Pemerintah dan BPJS Kesehatan Diminta Sosialisasikan Penghapusan Rujukan Berjenjang Cuci Darah
KPCDI menyoroti bahwa kebijakan yang positif itu ternyata di lapangan masih menyisakan persoalan.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) mengapresiasi kebijakan pemerintah dan BPJS Kesehatan menghapus sistem rujukan berjenjang untuk hemodialisis atau cuci darah bagi pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
"Karena sebetulnya proses tersebut tidak memiliki dampak positif bagi pasien, justru menambah beban ekonomi dan kondisi kesehatan pasien," ujar Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Tony Samosir kepada Tribunnews.com, Selasa (14/1/2020).
Kendati demikian, KPCDI menyoroti bahwa kebijakan yang positif itu ternyata di lapangan masih menyisakan persoalan.
Baca: Cuci Darah untuk Peserta BPJS Kesehatan Kini Tak Perlu Surat Rujukan
Karena tindakan penghapusan sistem rujukan berjenjang ini belum tersosialisi dengan baik ke seluruh unit hemodialisis di Indonesia.
"Temuan kami di lapangan belum tersosialisikan secara massif. Pasien masih banyak yang mengurus rujukan berjenjang. Bahkan kalau tidak ada rujukan pasien tidak bisa cuci darah," tegasnya.
Salah satu pasien cuci darah, Harry Nurdiansyah (35 tahun) mengaku salah satu rumah sakit di Tangerang belum mendapat informasi terkait penghapusan sistem rujukan.
Bahkan, pihaknya masih diminta untuk mengurus terlebih dahulu surat rujukan agar bisa cuci darah.
"Harus ada rujukan dulu kata petugas. Ini rujukan saya per hari ini habis. Disuruh ngurus dulu," ujar Harry.
Agar kebijakan pemerintah diketahui khalayak luas, KPCDI meminta BPJS Kesehatan segera melakukan sosialisasi agar pelayanan berjalan baik.
"BPJS segera melakukan sosialisasi. Informasinya masih simpang siur. Ada yang tidak perlu rujukan, dan di rumah sakit lain masih perlu rujukan. Ini kan aneh jadinya," kata Tony.
Tony juga meminta pemerintah dan BPJS Kesehatan agar memperbaiki sistem rujukan berjenjang bukan hanya untuk terapi hemodialisa saja, tetapi pasien gagal ginjal dengan cuci darah mandiri (peritoneal dialisis) dan transplantasi ginjal juga diberikan hak yang sama.
Tony mencontohkan pasien transplantasi ginjal.
Di Jakarta, pasien ini hanya bisa mengakses obat di RSCM. Harusnya, tidak perlu mengurus rujukan berjenjang lagi, karena hanya bisa diobati di RSCM.
Baca: Peserta BPJS Kesehatan Diimbau Tak Turun Kelas
Faktanya, pasien gagal ginjal dengan metode terapi lainya seperti transplantasi dan cuci darah mandiri ini sampai sekarang masih perlu mengurus rujukan.
Padahal mereka juga pasien gagal ginjal yang perlu terapi seumur hidupnya. Begitu juga cangkok ginjal, buat apa dirujuk ke rumah sakit di bawahnya? Kan sudah jelas hanya RSCM yang mampu mengobati.
"Justru sistem rujukan berjenjang ini akan membuat kerugian keuangan bagi BPJS Kesehatan. Mengeluarkan biaya namun tak sesuai kompetensinya," cetusnya.