Marak Aborsi dan Kriminalisasi Petugas Kesehatan, KSRI Desak Kemenkes Terapkan PP 61 Tahun 2014
Maraknya kasus aborsi, menurut KSRI, justru menggambarkan dengan jelas bahwa kebutuhan akan layanan aborsi aman sangat tinggi
Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Koalisi Kesehatan Seksual dan Reproduksi Indonesia (KSRI) mencatat ada delapan kasus aborsi sepanjang Februari hingga Agustus 2020.
Data itu mereka peroleh dari pemamtauan di berbagai media massa selama kurun waktu tersebut.
Dari catatan mereka, kasus pertama, yakni penggerebekan oleh Polda Metro Jaya (10/02/2020) di sebuah klinik di Paseban, Jakarta Pusat. Kasus itu melibatkan 50 bidan. Tiga orang ditetapkan tersangka.
Dilanjutkan kasus aborsi di Surabaya, Gresik serta Kediri.
Pada 3 Agustus lalu, Tim Gabungan Subdit Resmob Polda Metro Jaya menggerebek Klinik di Senen, Jakarta Pusat dan menangkap 17 tersangka.
Pada penggerebekan di Jakarta Pusat, aparat penegak hukum (APH) memperkirakan 2 fasilitas kesehatan tersebut telah memberikan layanan aborsi sebanyak ribuan kali.
Dalam banyak kasus lainnya, menurut KSRI dalam keterangan tertulisnya, APH telah mengkriminalisasi perempuan, pendamping, orang yang merujuk (pemberi informasi), dan para pemberi layanan dan petugas kesehatan seperti dokter spesialis kandungan, bidan, serta perawat.
Fakta ini, menurut KSRI, justru menggambarkan dengan jelas bahwa kebutuhan akan layanan aborsi aman sangat tinggi.
Dengan mengkriminalisasi petugas kesehatan, artinya negara telah menutup layanan aborsi aman dan mengarahkan perempuan untuk mengakses layanan aborsi tidak aman.
KSRI menilai negara dalam representasi APH memandang kriminalisasi adalah suatu keberhasilan tegak hukum di Indonesia.
Pandangan APH ini, menurut KSRI, sayangnya diduplikasi berlebihan oleh media melalui pembentukan opini yang membenarkan bahwa tiap kriminalisasi aborsi adalah hal yang layak dilakukan.
Sudut pandang layanan kesehatan dalam UU No. 36/2009 tentang Kesehatan rupanya hanya menjadi janji manis yang tidak pernah digunakan.
KSRI berpendapat layanan aborsi aman merupakan bagian dari pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) yang juga bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM).
Komponen HKSR berasal dari komponen-komponen HAM; di antaranya hak untuk hidup, hak untuk bebas dari penyiksaan, hak untuk mendapatkan privasi, hak untuk mendapatkan pendidikan, dan hak untuk terbebas dari diskriminasi.