Prevalensi Stunting 2019 Sebesar 27,67 Persen, Menko PMK: 1 dari 4 Anak Kekurangan Gizi
setiap satu dari empat anak balita di Indonesia mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu yang cukup lama.
Penulis: Reza Deni
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjelaskan soal prevalensi stunting di Indonesia setahun belakangan.
Menurutnya, tahun lalu angka prevalensi stunting di RI cukup tinggi.
"Berdasarkan data hasil survei status gizi balita Indonesia tahun 2019 dinyatakan bahwa prevalensi stunting adalah sebesar 27,67 persen," kata Muhadjir dalam rapat Koordinasi Teknis Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Tahun 2020 melalui konferensi video, Rabu (21/10/2020).
Ini artinya, kata Muhadjir, setiap satu dari empat anak balita di Indonesia mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu yang cukup lama.
Lebih lanjut, Muhadjir menjelaskan soal stunting yang terjadi pasa anak kekurangan gizi dimulai dari janin, dalam kandungan hingga bayi atau usia dua tahun, atau yang lebih dikenal sebagai seribu hari pertama kehidupan.
"Sehingga kalau pada 1000 hari awal kehidupan ini pertumbuhan kodrat itu tidak optimal khususnya perkembangan otaknya maka dipastikan bahwa mereka yang mengalami hambatan pertumbuhan pada usia 1.000 hari kehidupan ini akan punya dampak jangka sangat panjang yaitu ketika dia tumbuh menjadi tenaga kerja atau angkatan kerja produktif akan tidak bisa tumbuh secara maksimal," katanya.
Baca juga: Menko PMK: Pemerintah Bakal Libatkan Tokoh Agama Dalam Penanganan Stunting
Dirinya mengatakan paradigma baru dalam melihat masalah stunting bukan yanya sekadar gizi buruk.
"Tetapi juga terkait dengan aspek-aspek yang lain seperti misalnya kesehatan reproduksi khusunya kesehatan reproduksi ibu, sanitasi lingkungan, ketersediaan air bersih dan juga tata ekonomi keluarga yang buruk," katanya.
Pemerintah, dikatakan Muhadjir, menaruh komitmen yang sangat tinggi di dalam masalah stunting ini.
Adapun landasan penanganan stunting adalah Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Basional Percepatan Perbaikan Gizi.
"Menurut hemat kami, Perpres tersebut sudah tidak erlalu relevan untuk dijadikan dasar berpijak, dasar regulasi untuk penanganan stunting di Indonesia," kata Muhadjir.
"Maka saat ini dengan prakarsa dari Bappenas, telah dilakukan proses perubahan atas Perpres tersebut dengan rancangan peraturan yang baru yaitu rancangan peraturan presiden tentang percepatan penanganan stunting untuk mencapai target atas stunting pada 2024," pungkasnya.