Epidemiolog Sarankan Karantina untuk Cegah Masuknya Penyakit Baru ke Indonesia
Kedatangan penumpang pesawat dari negara yang memiliki potensi membawa penyakit mewabah seperti hepatitis akut harus dilakukan pemeriksaan ketat.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deteksi dini dan melakukan skrining rutin di wilayah perbatasan antar-negara merupakan langkah pencegahan masuknya penyakit, terutama pada negara yang berisiko.
Bukan hanya masalah Monkeypox, tapi juga hepatitis akut dan sebagainya. Kedatangan penumpang pesawat dari negara yang memiliki potensi membawa penyakit mewabah harus dilakukan pemeriksaan secara ketat.
Hal ini diungkapkan oleh pakar epidemiologi Griffith University Dicky Budiman. Kemudian juga perlu koordinasi dan respon yang tepat jika ada yang tertular.
"Maka sebetulnya segera diisolasi saja. Ditangani, karena sekali lagi mayoritas bisa pulih. Kemudian jika ada kasus kontak dalam satu pesawat, perlu dilakukan deteksi," kata Dicky pada Tribunnews, Jumat (20/5/2022).
Setidaknya perlu dilakukan karantina satu minggu. Karantina tidak mesti di tempat khusus. Bahkan bisa di rumah masing-masing. Dengan syarat ada pemantauan tenaga kesehatan setempat.
Baca juga: Ini Gejala yang Paling Banyak Dialami Pasien Dugaan Hepatitis Akut di Indonesia
Setelahnya dilihat dalam tujuh hari pasca kontak. Kalau umumnya bergejala ringan, status gizi baik, tempat isolasi dengan sirkulasi ventilasi baik, tentu bisa meminimalisir dampak infeksi.
Baca juga: Guru Besar FK Unpad: Hepatitis Rentan Menular, Cegah dengan Pola Hidup Higienis
"Termasuk saya mengingatkan sekali lagi, penggunaan, pemamfaatan Peduli Lindungi saya kira sudah harus ditingkatkan lagi. Bukan hanya Covid-19 tapi untuk penyakit wabah lainnya," tegas Dicky.
Menurut Dicky lagi, upaya ini juga yang dilakukan banyak negara. Bahkan Malaysia sudah meningkatkan penyakit tangan dan mulut.