Ini Perbedaan yang Menonjol Antara Monkeypox dengan Cacar Biasa
Masyarakat masih ada yang belum tahu apa perbedaan dari cacar biasa dengan Monkeypox. Lantas apa perbedaan keduanya?
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus Monkeypox saat ini tengah jadi sorotan. Namun sebagian masyarakat masih ada yang belum tahu apa perbedaan dari cacar biasa dengan Monkeypox. Lantas apa perbedaan menonjol antara Monkeypox dengan cacar biasa?
Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, antara cacar biasa dengan Monkeypox sama-sama timbulkan keluhan pada kulit.
Secara umum infeksi yang disebabkan virus pasti diawali dengan demam tinggi, nyeri otot, kemudian pegal linu dan nafsu makan berkurang. Baru setelah muncul di kulit, bisa membedakan antara cacar monyet dengan Monkeypox.
"Dalam perjalanannya, orang yang alami cacar air itu bentol dan muncul benjolan seolah-olah seperti air. Kemudian dalam waktu beberapa hari akan pecah dan hitam-hitam," ungkapnya pada talkshow virtual, Jumat (26/8/2022).
Bentol-bentol berisi air ini bisa saja terjadi di bagian tubuh mana pun. Bisa di pinggang, punggung dan sebagainya.
Sedangkan pada Monkeypox punya ciri khas.
Baca juga: Cegah Cacar Monyet, Indonesia Sudah Beli Vaksin Monkeypox
Kata dr Ari, pada benjolan bukan berisi cairan bening namun seperti nanah. Lalu tidak seperti cacar air, Monkeypox butuh waktu cukup lama untuk muncul. Yaitu butuh dua hingga tiga minggu, baru kelihatan.
Lalu, dr Ari menyebutkan jika pada Monkeypox, kelainan kulit paling umum berada di muka hingga 95 persen.
Hal ini cukup ditakuti karena dapat berdampak pada kulit.
"Makanya disebutkan serem kalau kena. Memang mukanya beruntusan. Sebagian besar walau bisa di badan, mayoritas 95 persen ada muka. Sehingga sebenarnya secara sekilas dokter tentunya bisa membedakan bahwa ini cacar air, atau Monkeypox," kata Ari lagi.
Dari segi penularannya, Ari menyebutkan jika infeksi bisa terjadi karena kontak erat. Bisa lewat hubungan seksual atau berkontak dengan cairan yang berasal dari kelainan kulit tadi.
"Sampai saat ini sepanjang saya tahu tidak ada yang langsung dekat. Kalau pun melalui udara, droplet juga kontak erat. Jadi memang karena kontak erat tersebut dan bisa tertular," pungkasnya.