Sekjen APVI: Perlu Regulasi Khusus yang Mengatur Rokok Elektronik
Pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan, berencana untuk memasukkan rokok elektronik dalam revisi aturan pengendalian tembakau,
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Wahyu Aji
Oleh karenanya sangat disayangkan jika kemudian rokok elektronik dikategorikan sebagai produk yang memiliki risiko sama tingginya dengan rokok konvensional, kemudian digabungkan dalam satu payung hukum bersama.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo, menyatakan bahwa aturan PP 109/2012 masih relevan hingga saat ini.
Sehingga menurutnya perubahan atau revisi terhadapnya bukan prioritas.
Edy juga menambahkan bahwa industri hasil tembakau (IHT) merupakan salah satu industri tulang punggung di Indonesia.
Sehingga semua pihak harus berhati-hati ketika melakukan formulasi kebijakan.
"PP 109 sudah cukup baik dan masih relevan, karena penetapannya telah mempertimbangkan berbagai kepentingan dan disepakati pada waktu itu," ujar Edy.
Sejak dikenakan cukai pada 2018, kontribusi industri rokok elektronik terhadap penerimaan negara terus meningkat.
Hal ini dipicu oleh peningkatan jumlah pengguna rokok elektronik yang kian meningkat di Indonesia.
Baca juga: Vape Bisa Picu Kanker Paru-Paru, Begini Penjelasannya
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, berharap industri rokok elektronik mampu menyumbang Rp648,84 miliar pada tahun 2022.
Data dari APVI memprediksi terdapat 2,2 juta pengguna rokok elektronik di Indonesia pada 2020.
Industri ini juga mampu menyerap 80-100 ribu tenaga kerja menurut APVI.
Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari besarnya investasi di bidang rokok elektronik. (*/)