Kemenkes: 28,7 Persen Masyarakat Indonesia Konsumsi Gula Berlebih
Konsumsi gula berlebih, baik dari makanan atau minuman berisiko tinggi menjadi masalah kesehatan serius.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Media sosial belakangan ini ramai karena kasus somasi yang dilayangkan produsen minuman kekinian kepada seorang pelanggan yang mengkritik minuman terlalu manis.
Konsumsi gula berlebih, baik dari makanan atau minuman berisiko tinggi menjadi masalah kesehatan serius yang perlu jadi perhatian bersama.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, konsumsi gula berlebih dapat menyebabkan penyakit tidak menular seperti gula darah tinggi, obesitas, dan diabetes melitus.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dalam waktu lima tahun terakhir ini, terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak menular di indonesia.
Dari data tahun 2013 menunjukkan prevalensi diabetes sebesar 1,5 permil meningkat pada tahun 2018 menjadi 2 permil.
Juga gagal ginjal kronis dari 2 permil menjadi 3,8 permil, sementara stroke meningkat dari 7 permil menjadi 10,9 permil.
Baca juga: Diabetes: Pengidap penyakit gula di Indonesia mencapai 13% dari populasi, kata Menteri Kesehatan
"Tentunya ini akan meningkatkan beban pembiayaan kesehatan di Indonesia. Terlebih lima penyebab kematian terbanyak di Indonesia didominasi oleh penyakit tidak menular,” jelas dr. Maxi.
Data kemenkes menunjukkan 28,7 persen masyarakat Indonesia mengkonsumsi Gula Garam Lemak (GGL) melebih batas yang dianjurkan. Adapun batasan konsumsi GGL sudah diatur dalam Permenkes No 30/2013 yang diperbaharui dengan Permenkes 63/2015.
Lebih jauh sebanyak 61,27 persen penduduk usia 3 tahun ke atas di Indonesia mengonsumsi minuman manis lebih dari 1 kali per hari, dan 30,22 persen orang mengonsumsi minuman manis sebanyak 1-6 kali per minggu.
Sementara hanya 8,5 persen orang mengonsumsi minuman manis kurang dari 3 kali per bulan sesuai Riskesdas 2018.
Selain itu terjadi peningkatan prevalensi berat badan berlebih dan obesitas pada anak muda yang meningkat 2 kali lipat dalam 10 tahun terakhir.
Data tahun 2015 menunjukkan prevalensi berat badan berlebih pada anak-anak usia 5-19 tahun dari 8,6 persen pada 2006 menjadi 15,4 persen pada 2016.
Juga prevalensi obesitas pada anak-anak usia 5-19 tahun dari 2,8 persen pada 2006 menjadi 6,1 persen pada 2016.
Pemerintah melakukan berbagai upaya dan strategi dalam mengendalikan GGL mencakup aspek regulasi, reformulasi pangan, penetapan pajak/cukai, studi/riset, dan edukasi. Salah satunya adalah permenkes No 30/2013 yang diperbaharui dengan Permenkes No 63/2015 Tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji.
Salah satu aspek pengaturannya dalam hal nilai gizi seperti kandungan lemak hingga gula harus tertera pada iklan dan promosi media lainnya seperti leaflet, brosur, buku menu, dan media lainnya.
Kebijakan cukai terhadap Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) di Indonesia juga sudah diatur dalam UU No. 39 Tahun 2007 Tentang Cukai dan dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan. Diharapkan dengan pemberlakuan cukai pada produk makanan dan minuman yang tinggi gula, garam dan lemak dapat menginisiasi terciptanya pangan yang lebih sehat dengan reformulasi makanan sehingga menurunkan risiko terjadinya Penyakit Tidak Menular
Di sisi lain, dr. Maxi mengimbau masyarakat untuk menjaga kesehatan mulai dari sendiri. Lebih bijak dalam memperhatikan asupan makan sesuai dengan isi piringku. Serta menjaga asupan gula garam dan lemak sesuai dengan rekomendasi maksimum, yaitu gula sebanyak 50 gram per hari (4 sdm), garam sebanyak 2 gram (sdt), dan lemak sebanyak 67 gram (5 sdm).
“Kita minta masyarakat sadar untuk menjaga kesehatan diri dan keluarganya . Pola asuh yang benar akan mencegah anak anak mengidap penyakit diabetes melitus, hipertensi dan kolesterol di usia dewasa nanti,” jelas dr. Maxi.