Tanggapan Resmi Ikatan Apoteker Indonesia Atas Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal pada Anak
Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia meminta pemerintah lebih bijak terkait penghentian sementara penggunaan obat sediaan sirup untuk terapi anak.
Penulis: Choirul Arifin
![Tanggapan Resmi Ikatan Apoteker Indonesia Atas Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal pada Anak](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/penghentian-sementara-penjualan-obat-sirop_20221021_183651.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia mengapresiasi keputusan Pemerintah menerbitkan surat edaran perihal Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak.
Surat edaran tersebut diteken oleh Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI Nomor: SR.01.05/III/3461/2022.
Prof Dr Apt. Keri Lestari, MSI, anggota Dewan Pakar PP IAI mengatakan, hal itu merupakan bentuk kewaspadaan bagi tenaga kesehatan dan masyarakat dengan menghentikan sementara penggunaan obat sediaan sirup untuk terapi anak.
Namun PP IAI berpendapat, pemerintah perlu bertindak lebih bijak dalam pelaksanaan keputusan tersebut.
"Hal ini mengingat masih banyak masyarakat yang membutuhkan sediaan sirup dalam proses pengobatan berkaitan dengan kondisi klinis yang mereka hadapi," ujar Prof Dr Apt. Keri Lestari, Jumat, 21 Oktober 2022.
"Dalam kondisi tertentu, berdasarkan pertimbangan antara risiko dan kemanfaatannya dan diputuskan oleh dokter untuk tetap menggunakan obat dalam bentuk sediaan sirup, maka apoteker perlu melakukan pengawasan bersama Dokter terkait keamanan penggunaan obat,’’ demikian tertulis dalam Surat Edaran yang dikeluarkan PP IAI bernomor B2-382/PP.IAI/2226/X/2022 tertanggal 19 Oktober 2022.
Prof Dr Apt. Keri Lestari menambahkan, Pengurus Harian PP IAI setelah berdiskusi bersama Dewan Pakar PP IAI dan menyampaikan bahwa hingga saat ini BPOM dan Kementerian Kesehatan RI belum memiliki kesimpulan penyebab pasti kejadian gangguan ginjal akut atipikal di Indonesia.
Baca juga: 6 Daerah Ini Temukan Pasien Alami Gagal Ginjal Akut, Jatim Terkonfirmasi Ada 23 Kasus
Berbeda dengan kejadian di Gambia yang telah dipastikan penyebabnya adalah cemaran etilen glikol dan dietilen glikol dengan kabar melebihi ambang batas aman.
‘’Masih ada banyak kemungkian penyebab gangguan ginjal akut atipikal yang terjadi di Indonesia. Sebab ditemukan juga pasien yang ternyata sama sekali tidak minum sirup parasetamol,’’ ungkap Prof Keri Lestari.
Menurutnya, apabila penyebab gangguan ginjal ini adalah obat tunggal, maka akan lebih mudah ditemukan.
Baca juga: Cerita Seorang Ibu di Depok, Anaknya Korban Gagal Ginjal Akut, Awalnya Demam dan Flu Biasa
Namun karena sejauh ini, belum diketahui penyebab pastinya, ada kemungkinan penyebabnya adalah interaksi antar obat, interaksi obat dengan makanan atau justru makanan itu sendiri yang menyebabkan gangguan ginjal.
‘’Ini perlu penelitian lebih jauh. Kami juga berharap apoteker diberi akses terhadap pasien untuk dapat mengungkap lebih dalam obat apa saja yang telah dikonsumsi atau makanan yang telah diasup,’’ ungkap Prof Keri.
Dalam surat edaran PP IAI yang ditujukan kepada para Pengurus Daerah di Indonesia juga disebutkan, agar para apoteker lebih memperhatikan kemungkinan interaksi antar obat, dan interaksi dengan makanan. Interaksi ini berisiko menimbulkan kejadian fatal seperti kegagalan organ termasuk kondisi gagal ginjal akut.
‘’Memperhatikan interaksi obat memang sudah menjadi mandatori sebagai apoteker, tetapi untuk kali ini kami minta sejawat apoteker di seluruh Indonesia untuk melakukan pengawasan lebih ketat lagi,’’ tutur apt Noffendri Roestam, S,Si, Ketua Umum PP IAI.
Baca juga: Menkes: Gangguan Ginjal Akut di Indonesia Ada 241 Kasus, 133 Diantaranya Meninggal Dunia
Surat yang ditandatangani oleh Ketua Umum, apt. Noffendri, S.Si dan Sekretaris Jenderal, apt. Lilik Yusuf Indrajaya, S.E., S.Si., MBA tersebut dikeluarkan oleh PP IAI menanggapi surat Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI Nomor: SR.01.05/III/3461/2022 Perihal Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak tertanggal 18 Oktober 2022.
Masyarakat perlu memahami, bahwa sediaan obat bisa berupa sediaan padat, semi padat, cair dan gas.
Obat sediaan cair bisa berupa sirup, suspensi, emulsi dan eliksir. Bentuk sediaan ini menyesuaikan karakter bahan aktif dan kebutuhan pasien. Jadi tidak semua obat berbentuk cair adalah sirup yang menggunakan bahan tambahan alkohol dan berkemungkinan tercemar senyawa etilen glikol dan dietilen glikol.
Untuk parasetamol, adalah bahan aktif yang sulit larut dalam air, sehingga perlu diberikan bahan tambahan yakni polietilen glikol (PEG) dan gliserin untuk menambah kelarutannya.
Pada proses produksinya, dimungkinkan ditemukan kontaminan yakni etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG)
Mengenai keamanan obat, Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 105, menyatakan bahwa sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau buku standar lainnya.
Senyawa etilen glikol dan dietilen glikol tidak digunakan dalam formulasi obat, namun dimungkinkan keberadaannya dalam bentuk kontaminan pada bahan tambahan sediaan sirup dengan nilai toleransi 0,1 persen pada gliserin dan propilen glikol, serta 0,25 persen pada polietilen glikol (Farmakope Indonesia, US Pharmacopeia).
Batas nilai toleransi tersebut tidak menimbulkan efek yang merugikan. Kedua senyawa tersebut selama ini digunakan dalam industry otomotif seperti coolant.
Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 106, menyatakan bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.
Obat yang mendapatkan izin edar dari Badan POM sudah melalui proses pengujian dan memenuhi standar keamanan, kualitas dan kemanfaatannya, serta diproduksi sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Karena itu Ikatan Apoteker Indonesia menghimbau kepada Apoteker :
1. Untuk apoteker yang bekerja di industri farmasi diminta terus berupaya meningkatkan kepatuhan pada standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terutama dalam menjaga kualitas obat-obatan yang diproduksi.
2. kepada apoteker yang bekerja di Sarana Pelayanan Kefarmasian dan di Sarana Pelayanan Kesehatan untuk berkolaborasi bersama dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan informasi dan edukasi kepada pasien/masyarakat tentang:
a. penggunaan obat yang rasional dan aman
b. rekomendasi penggunaan obat dalam bentuk sediaan lain
c. rekomendasi terapi non farmakologi.
3. untuk berkolaborasi bersama dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk melakukan monitoring penggunaan obat oleh pasien/masyarakat.
4. Apoteker juga diminta tetap memantau perkembangan informasi terkini, dan memberikan informasi kepada masyarakat dengan benar sesuai referensi terkini untuk menenangkan masyarakat.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum PP IAI, apt Noffendri Roestam juga berharap masalah ini tidak dibawa ke ranah hukum, berkaitan dengan penjualan dan stok obat sirup di apotek.
Ia berharap Bapak Kapolri, Jenderal Pol Drs Listyo Sigit Prabowo, M.Si akan menindak oknum penegak hukum yang melakukan sidak (inspeksi mendadak) ke apotek.
Sebab, bila sidak dilakukan, hal tersebut tidak akan membantu menyelesaikan masalah, namun justru menimbulkan keresahan baru di kalangan Apoteker yang bertugas di komunitas.
‘’Sampai sejauh ini, kita belum tahu siapa yang menjadi tertuduh dalam kasus gangguan ginjal akut atipikal yang menyerang anak usia dibawah 10 tahun ini. Dalam kasus ini, apotek dan Apoteker sama sekali bukan pihak yang harus disalahkan, karena itu kami berharap tidak ada tindakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan melakukan sidak ke apotek-apotek,’’ harap Noffendri.
Harapan itu dikemukakan Noffendri, karena pihaknya telah menerima laporan adanya oknum penegak hukum yang melakukan sidak ke sejumlah apotek di beberapa kota di Indonesia.
‘’Kami sangat menyayangkan hal ini terjadi dan berharap tidak meluas ke kota-kota lain di Indonesia. Sejauh ini kami terus berkoordinasi dengan BPOM dan Kementerian Kesehatan untuk dapat bersama-sama menyelesaikan kasus gangguan ginjal akut atipikal pada anak yang sekarang menjadi perhatian kita semua,’’ ungkap Noffendri.
Kemenkes Temukan 102 Obat Sirup dari Rumah Pasien
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mengungkapkan, ada 102 obat sirup yang ditemukan dari rumah pasien gangguan ginjal akut.
Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, sebelumnya, pihaknya telah mendatangi 156 rumah pasien gangguan ginjal dari 241 kasus yang ada.
"Dari itu kita temukan 102 obat yang ada di lemari keluarga yang jenisnya sirup," kata Budi dalam konferensi pers Jumat (21/10/2022).
Budi menjelaskan, ratusan obat sirup itu diteliti dan ditemukan kandungan polietelin glikol.
![Menkes Budi Gunadi Sadikin di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, usai rapat terbatas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Selasa (23/8/2022).](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/menkes-budi-gunadi-sadikin-di-istana-kepresidenan-jakarta-pusat-23.jpg)
Polietelin glikol sendiri sering dipakai sebagai solubility enhancer atau pelarut tambahan dibanyak obat-obatan jenis sirup dan boleh digunakan dalam kadar yang sedikit.
"Jadi obat-obat sirup ini supaya melarutnya bagus diberi pelarut tambahan polietelin glikol. Enggak beracun, tapi kalau membuatnya tidak baik ini jadi cemaran nah cemaran ini yang mengandung senyawa berbahaya seperti Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG)," kata Budi.
Sejauh ini, dugaan terbesar penyakit gangguan ginjal akut pada ratusan anak di Indonesia adalah konsumsi obat sediaan sirup.
"Jauh lebih pasti dibandingkan sebelumnya, karena memang terbukti ini ada di anak anak. Didarah anak terbutki mengandung senyawa ini," kata dia.
"Kita sudah ambil biopsi rusaknya ginjal konsisten dengan akibat senyawa ini," imbuhnya.
Berdasarkan data per 21 Oktober 2022 kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia sebanyak 241.
Kasus tersebut tersebar di 22 provinsi dengan 133 kematian atau 55 persen dari kasus yang ada.
"Ini terjadi peningkatan mulai bulan Agustus. Jadi meninggal karena gangguan ginjal ini normal selalu terjadi cuma jumlahnya kecil sebulan satu dua nggak pernah tinggi," kata Menkes.
Terkonfirmasi Ada Kandungan Kalsium Oksalat
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, tujuh dari 11 pasian anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) terkonfirmasi ada kandungan Kalsium Oksalat pada ginjalnya.
Kalsium Oksalat ini ditemukan setelah sebelumnya Kemenkes mendapatkan informasi dari WHO soal kasus yang juga sama terjadi di Zambia, Afrika.
Data dari WHO, per 5 Oktober 2022 terdeteksi ada kandungan Etilico dan Dietilenglicol dalam tubuh anak-anak yang sakit di Zambia.
"WHO pada 5 Oktober 2022, mengonfirmasi di Zambia ada (penyakit yang sama) disebabkan oleh senyawa kimia, dan senyawa kimianya itu Etilico dan Dietilenglicol."
"Ternyata (setelah dilakukan pengecekan) dari anak-anak itu yang ada di RSCM, 7 dari 11 anak potif memiliki zat kimia berbahaya, Etilico dan Dietilenglicol," kata Menkes Budi saat konferensi pers tentang Perkembangan Penanganan Gangguan Ginjal Akut di Indonesia melalui zoom, Jumat (21/10/2022).
Dua senyawa ini, Etilico dan Dietilenglicol, kata Menkes Budi, jika masuk ke tubuh dengan dosis yang banyak, sangat berbahaya.
"Ini kalau masuk ke tubuh kita, bisa berubah menjasi Asam Ofsalat, ini kalau masuk ke ginjal jadi Kalsium Ofsalat dan jadi di ginjal."
"Dan RSCM, mengonfirmasi adanya Kalsium Ofsalat tadi (pada ginjal anak-anak)," jelas Menkes Budi.
Sebelumnya terbongkar, Kemenkes melakukan pemeriksaan apakah kasus ini karena ada pengaruh dari Covid-19 dan Vaksin. Namun ternyata, tidak ada kaintannya dengan hal itu.
Menkes Budi saat konferensi pers tentang Perkembangan Penanganan Gangguan Ginjal Akut di Indonesia melalui zoom, Jumat (21/10/2022).
Kemenkes mencari tahu, apakah penyakit ini gara-gara virus atau bakteri, ternyata juga bukan. "Tidak gara-gara Covid-19 dan tidak juga gara-gara vaksin."
"(Kita menduga) mungkin ini disebabkan oleh Patagonian karena virus atau bakteri, yakni penyakit disebabkan oleh virus bakteri atau parasit," tapi ternyata juga bukan," kata Menkes Budi.
Hingga saat ini Kementerian Kesehatan telah mendatangi 146 rumah dari 241 pasien anak yang mengalami penyakit ini.
"Dari 241 (pasien), kita sudah datangi 146 rumah (pasien)," sambung Menkes Budi.
Etilico dan Dietilenglicol Ditemukan di Sirop
Menkes Budi menjelaskan Etilico dan Dietilenglicol itu merupakan cemaran dari pelarut tambahan dari obat sirop.
Pihanyak menyebut sebenarnya Etilico dan Dietilenglicol tidak membahayakan karena tidak beracun. Hanya saja, tidak bisa digunakan dalam jumlah yang banyak.
"Sebanarnya tidak beracun, cuman kalau obat membuatnya tidak baik, makanya menimbulkan cemaran Etilico dan Dietilenglicol," jelas Menkes Budi.
Menkes Budi masih menyebutkan bahwa penyakit ini cukup mematikan dan menyerang anak-anak. "Sebanyak 55 persen dari yang mengalami, meninggal dunia," kata Menkes Budi.
Laporan dari Reporter Tribunnews.com, Galuh Widya Wardani dan Rina Ayu Pancarini