BPOM Temukan Bahan Pelarut Obat Sirup Lebihi Batas, 2 Perusahaan Farmasi Terancam Pidana 10 Tahun
Kedua perusahaan disebut telah memproduksi obat sirup yang mengandung bahan berbahaya, yakni Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), bekerjasama dengan Bareskrim Polri telah melakukan penelusuran terhadap dua perusahaan farmasi, yakni PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical.
Kedua perusahaan disebut telah memproduksi obat sirup yang mengandung bahan berbahaya, yakni Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
Baca juga: Cek Laboratorium BPOM, Menko PMK Ungkap Tingginya Dosis EG pada Obat Sirop Penyebab Gagal Ginjal
"Di lokasi kedua tersebut didapati adanya bahan baku pelarut EG produk jadi, serta bahan pengemas yang diduga terkait dengan kegiatan produk obat sirup mengandung EG dan DEG yang melebihi ambang batas," ungkapnya pada konferensi pers virtual, Senin (31/10/2022).
Hal ini diungkapkan oleh Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito.
Penny pun menjelaskan pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi ahli dan pindana.
Kedua perusahaan ini disinyalir melakukan tindak pidana.
Baca juga: BPOM RI dan Bareskrim Sita Bahan Baku dan Obat Sirup yang Mengandung Cemaran EG dan DEG
Karena, kedua industri farmasi ini telah memproduksi dan mengedarkan produk farmasi yang tidak memenuhi standar.
Serta persyaratan keamanan khasiat, pemanfaatan, dan mutu.
"Sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 196 dan Pasal 98 ayat 2 dan 3, ancaman pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar,” tegas Penny.
Selain itu, Penny menyebutkan jika terbukti berkaitan dengan kasus kematian yang terjadi, maka ada ancaman hukum lainnya.
Baca juga: BPOM Ungkap Dua Perusahaan Obat Sirup Gunakan Bahan Baku Tidak Sesuai Standar
Lebih lanjut, BPOM juga mencabut sertifikat CPOB untuk fasilitas produksi milik Yarindo Farmatama dan Universal Pharmaceutical Industry.
Sertifikat CPOB merupakan dokumen bukti sah bahwa industri farmasi telah memenuhi persyaratan dalam membuat satu jenis obat.
Pencabutan itu, kata Penny akan dilakukan seusai BPOM.
Dan akan dilakukan bersama dengan Bareskrim Polri melakukan operasi bersama sejak Senin 24 Oktober 2022.
Upaya yang telah dilakukan merupakan respons cepat BPOM sehubungan dengan kasus gagal ginjal yang diduga berkaitan dengan cairan EG dan DEG. BPOM.
Baca juga: BPOM Dapati Industri Farmasi Pakai Bahan Baku Propilen Glikol Ratusan Kali Lipat Lebihi Ambang Batas
Pihaknya pun telah melakukan rangkaian kegiatan.
Mulai dari pengawasan, sampling, pengujian, dan pemeriksaan untuk mengantisipasi berbagai hal.