Pneumonia, TBC, Asma hingga Kanker Paru Habiskan Dana BPJS Kesehatan Sebesar Rp 8,7 Triliun
Menurut data BPJS Kesehatan, selama periode 2018-2022, anggaran yang ditanggung untuk penyakit respirasi seperti asma dan TBC meningkat.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polusi udara yang berdampak pada kesehatan manusia menimbulkan penyakit respirasi.Tak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, penyakit respirasi juga memberikan tekanan pada anggaran BPJS kesehatan.
Menurut data BPJS Kesehatan, selama periode 2018-2022, anggaran yang ditanggung untuk penyakit respirasi meningkat tiap tahunnya.
Pneumonia menelan biaya sebesar Rp. 8,7 triliun, tuberkulosis Rp. 5,2 triliun, PPOK Rp. 1,8 triliun, asma Rp 1,4 triliun, dan kanker paru Rp. 766 miliar.
Baca juga: Dokter Ingatkan Perokok Aktif dan Pasif Punya Risiko yang Sama Alami Kanker Paru-paru
Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah terus mendorong upaya promotif preventif untuk mencegah masyarakat mengalami dampak dari polusi udara.
Ada empat faktor risiko penyakit paru yang pertama adalah polusi udara, riwayat merokok, infeksi berulang dan genetik, dimana polusi udara menyumbang 15-30 persen.
"Upaya-upaya dilakukan dengan melibatkan lintas sektor. Karena ini permasalahan lingkungan dan kita ada di dalamnya dan ini harus diatasi bersama-sama. Kita berharap anak anak kita generasi masa depan tetap dapat menghirup udara segar dan sehat serta anak anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal,” ujar Menkes Budi,
Selasa(4/4/2023).
Baca juga: Kemenkes Deteksi TBC di Indonesia, Lebih 700 Ribu Kasus Ditemukan
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia sekaligus Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. dr. Agus Dwi Susanto menambahkan, pentingnya pencegahan dalam upaya mengatasi permasalahan polusi udara.
"Polusi udara terbukti menimbulkan masalah respirasi dan pernapasan. Upaya pencegahan dengan menurunkan polusi udara harus dilakukan semua pihak sehingga kasus respirasi dapat dikurangi," ucap Prof. Agus.
Ia juga mengatakan pemerintah dan masyarakat harus memahami terkait kualitas udara yang baik untuk kesehatan paru yang lebih baik.
Menghadapi situasi ini Co-Founder Bicara Udara Novita Natalia mengatakan, permasalahan polusi udara tidak bisa
ditangani oleh satu atau dua pihak saja, melainkan butuh kerja sama dari semua elemen, termasuk masyarakat.
Baca juga: Tekan Polusi Debu dan Kebisingan, Kegiatan Pertambangan di Tuban Gunakan Teknik Surface Mining
"Dalam menghadapi tantangan ini, sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait menjadi kunci utama dalam menciptakan udara bersih dan kehidupan yang lebih sehat bagi seluruh warga Indonesia," ungkap Novita.
Berdasarkan data Global Burden Diseases 2019 Diseases and Injuries Collaborators terdapat 5 penyakit respirasi penyebab kematian tertinggi di dunia, yakni PPOK, pneumonia, kanker paru, tuberkulosis dan asma. (Tribun Network/rin/wly)