Cedera Kulit Berisiko Turunkan Kualitas Hidup Pasien, Begini Upaya Mitigasi 5 Organisasi Profesi
Kelompok kerja ahli kulit melakukan inisiatif untuk merumuskan konsensus yang berfokus pada peningkatan kesadaran dan pencegahan terkait MARSI.
Editor: Choirul Arifin
Protokol yang sesuai mengenai cara memilih, memasang ataupun melepas perekat medis yang menjadi praktik sehari-hari bahkan belum terdapat acuan bakunya.
Dr. Heri Setyanto, Sp.B, FInaCS, perwakilan dari Perhimpunan Ahli Bedah Indonesia (PABI) menjelaskan, Konsensus ini dibuat untuk menjadi rekomendasi dalam peningkatan kesadaran dan pencegahan MARSI bagi para tenaga kesehatan.
Termasuk, dorongan bagi para pemangku kebijakan dan organisasi profesi untuk bersama-sama menjaga integritas kulit termasuk menyediakan alternatif perekat yang aman untuk pencegahan MARSI yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien.
Pada praktiknya, sering ditemui kondisi kulit pasien seperti lecet, melepuh, atau kulit pasien terkelupas ketika plester dilepaskan. Tanpa penanganan yang tepat, kondisi kulit tersebut dapat berisiko menimbulkan infeksi atau penyakit lainnya.
“MARSI bisa menjadi beban ekonomi tersendiri bagi pasien karena harus mengeluarkan biaya lebih, serta menambah waktu pengobatan maka tenaga kesehatan harus dibekali dengan pengetahuan terkait perekat medis yang sesuai dengan kebutuhan pasien berisiko untuk mencegah MARSI,” ujarnya.
MARSI dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Menurut observasi yang telah dilakukan PABI, 32 dari 36 pasien (88,88 persen) yang mengalami MARSI merasakan nyeri atau sakit yang mengganggu, dan enam di antaranya juga mengalami komplikasi infeksi.
Mereka yang memiliki faktor risiko terkena MARSI adalah pasien lanjut usia, pasien pediatrik, pasien ICU, dan pasien yang telah menjalani pembedahan. Masih sedikit rumah sakit yang memiliki Standard Operational Procedures (SOP) untuk MARSI.
“Dengan demikian, jelas bahwa konsensus MARSI ini sangat dibutuhkan di Indonesia, terutama untuk pasien risiko tinggi,” kata dr. Heri.
Dr. dr. Erwin Pradian, Sp.An, KIC, KAR, M.Kes, selaku perwakilan dari Perdici menambahkan, dalam survei sederhana yang dilakukan pada 59 anggotanya ditemukan tipe MARSI tertinggi pada pasien di ICU adalah dermatitis iritan kontak sebanyak 47,3 persen dan dermatitis alergi sebanyak 30,9 persen. Di ICU, masalah MARSI dan komplikasinya kerap ditemui.
Pada jurnal penelitian menemukan bahwa prevalensi MARSI di ICU hingga 42 persen.
Pasien dengan penyakit kritis di ICU rentan terhadap MARSI karena berbagai faktor, di antaranya adalah kondisi umum mereka yang sehari-hari terkena paparan yang tinggi terhadap perekat medis, malnutrisi, ketidakstabilan hemodinamik, disfungsi organ, edema, kelainan kulit.
Dalam proses pengobatan, pasien di ICU biasanya membutuhkan berbagai perangkat medis untuk pemantauan, diagnosis, dan pengobatan.
Misalnya kateter urin, enteral, dan vaskular adalah perangkat medis yang paling banyak digunakan, yang memerlukan penggunaan perekat medis / plester, dimana dalam prosesnya selalu diganti secara berkala.
Sedangkan dr. Tartila, Sp.A(K), dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan, kulit anak-anak cenderung masih rentan dan sensitif mengakibatkan berisiko tinggi terkena MARSI. Berdasarkan survei singkat Pediatric ICU (PICU) rumah sakit di Indonesia ditemukan MARSI sebesar 12 persen dari total 77 pasien.