Tak Hanya Stunting, Penyuluh KB Didorong Peduli Kesehatan Jiwa
Selain fokus pada stunting, penyuluh Keluarga Berencana (KB) juga diharapkan bisa peduli terhadap kesehatan jiwa.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Selain fokus pada stunting, penyuluh Keluarga Berencana (KB) juga diharapkan bisa peduli terhadap kesehatan jiwa.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menyatakan, penderita mental emotional disorder di Indonesia terus meningkat signifikan.
Baca juga: BKKBN: Televisi Berperan Penting Ubah Pola Pikir Masyarakat Tentang Stunting
Hal itu disampaikan dr. Hasto dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas Pengelola Program Bangga Kencana bersama Mitra Kerja dalam rangka Percepatan Penurunan Stunting tingkat Provinsi Sulawesi Barat yang digelar di Hotel Claro, Makassar, Sulawesi Selatan pada Senin (18/12/2023).
"Tantangan kita saat ini, di balik stunting yang turun ternyata mental emotional disorder meningkat. Oleh karena itu PR (pekerjaan rumah) kita dalam membangun keluarga berkualitas, menurunkan stunting, juga meningkatkan kesehatan jiwa. Jiwanya sehat, raganya juga sehat," kata dr. Hasto.
Ia menyebutkan, mental emotional disorder mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2013, mental emotional disorder baru 6 persen.
Tetapi di tahun 2018 sudah 9.8 persen sehingga banyak sekali anak-anak yang mentalnya tidak bagus.
Karena itu, perlu perhatian khusus terhadap penanganan mental emotional disorder.
Badan Kesehatan Dunia atau WHO menyebutkan, mental emotional disorder atau gangguan emosi mental adalah gangguan keseimbangan pribadi secara klinis, gangguan pengaturan emosi dan perilaku.
Hal tersebut biasanya dikaitkan dengan adanya tekanan kepribadian. WHO juga menyatakan pada 2019, satu dari delapan orang atau 970 juta orang di seluruh dunia mengalami mental disorder.
Dr. Hasto juga mengatakan penting bagi para penyuluh KB sebagai pelayan masyarakat untuk memiliki jiwa kepemimpinan, yang meliputi visioner, ikhlas, dan hidup sederhana.
Baca juga: BKKBN Bersama Mitra Program PASTI Berkolaborasi Turunkan Angka Stunting
Dr. Hasto mengutip teori filsuf Aristoteles dimana terdapat 3 pilar komunikasi publik yaitu etika, logika, dan empati.
"Penyuluh KB harus menjadi teladan, ketika penyuluhan kita harus punya empati. Duduk sama tinggi berdiri sama rendah, harus bisa memahami dengan siapa kita berkomunikasi," ujar dr. Hasto.
Dirinya berharap Penyuluh KB sebagai pelayan sejati, yaitu hamba Tuhan yang rela hati menempatkan diri di tempat yang rendah dan harus bisa bertahan dalam keadaan sulit dan terkadang menderita hanya karena melayani orang lain.