Target BKKBN di 2024: Stunting Turun Jadi 14 Persen dan Unmet Need 7,40 Persen
Kebutuhan KB modern yang tidak terpenuhi (unmet need) 7,70 persen pada 2023, ditargetkan menjadi 7,40 persen pada 2024.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - BBKBN menggenjot capaian target di tahun 2024, di antaranya penurunan stunting hingga kebutuhan KB modern yang tidak terpenuhi (unmet need).
Selain itu juga penurunan total fertility rate (TFR), prevalensi kontrasepsi modern (mCPR) serta kelahiran menurut umur atau Age Specific Fertility Rate (ASFR).
Baca juga: Jauhkan Anak dari Stunting, 5 Sumber Protein Ini Penting untuk Dikonsumsi!
“Kita mau fokus di antaranya tentang stunting. Stunting betul-betul butuh kerja keras karena stunting kita targetkan 14 persen di 2024,” jelas Kepala BKKBN, Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) di Hotel MG Setos, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (22/02/2024).
Fokus kedua adalah menurunkan angka unmet need, di mana selama pandemi Covid-19 akseptor yang semestinya mendapat pelayanan KB tapi belum terlayani.
Kebutuhan KB modern yang tidak terpenuhi (unmet need) 7,70 persen pada 2023, ditargetkan menjadi 7,40 persen pada 2024.
Baca juga: Kenali Wasting, Gizi Buruk pada Anak Selain Stunting
Sementara capaian prevalensi kontrasepsi modern (mCPR) pada 2023 sebesar 62,92 persen, ditargetkan menjadi 63,41 persen pada 2024.
“Target-target ini harus dipetakan di depan untuk kemudian dicapai. Kinerja-kinerja lain yang sifatnya administratif dan juga menunjukkan akuntabilitas, LKIP, SAKIP, nilainya harus juga bagus. Target-target itu yang menjadikan indikator kinerja,” harap dia.
Usia pernikahan juga menjadi fokus kinerja di 2024. Ia meminta para perempuan untuk tidak terlalu muda dan terlalu tua ketika melahirkan, karena terdapat risiko stunting yang juga tinggi.
Dokter Hasto juga menginformasikan bahwa BKKBN mempunyai indeks baru, yaitu Indeks Pembangunan Keluarga atau iBangga. Indeks ini terkait keluarga yang mandiri, tenteram dan bahagia, dengan target di atas 60 dan saat ini telah mencapai 61.
“Ini indeks pembangunan keluarga seperti happiness index,” tuturnya.
Pada acara yang sama, Walikota Semarang, Ir. Hj. Hevearita G. Rahayu, M.Sos, dalam sambutannya mengklaim bahwa Semarang telah berhasil menurunkan angka stunting di bawah 10 persen.
Baca juga: Begini Penjelasan APPNIA Mengenai Penanganan Stunting dan Gizi Buruk
Optimisme walikota ini didukung sebuah program bernama “Rumah Pelita” sebagai program tempat atau ‘daycare’ penitipan khusus anak stunting.
“Ternyata program ini bisa menurunkan hampir 60 persen kasus stunting di Kota Semarang,” terang Hevearita.
Ia berharap program daycare akan terus bertambah. Tidak hanya untuk anak stunting, tetapi juga anak-anak yang berisiko stunting. Ia juga berharap eliminasi penyakit TB (tuberkulosis) di Semarang pada tahun 2028 yang juga bisa berpengaruh terhadap penurunan stunting.
Acara Konsolidasi ini merupakan ajang evaluasi dan konsolidasi pelaksanaan dukungan manajemen program yang akan dicapai pada tahun 2024.
Acara ini dihadiri Direktur Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan dan Evaluasi RB Akuntabilitas Pengawasan III Kementerian PAN-RB; Direktorat KPAPO, Kementerian PPN/Bappenas; Sekretaris Utama BKKBN; para Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama BKKBN di Lingkup Sekretariat Utama BKKBN Pusat.
Juga hadir Kepala Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah; Tim Kerja Perencanaan dan Kinerja (LAKIP dan DAK) Provinsi; Tim Kerja Umum (Pengelola Arsip) Provinsi; para Pejabat Administrator, Pejabat Fungsional, dan Pelaksana di Lingkup Sekretariat Utama BKKBN Pusat.