Motif Orang Tua Ajak Anak Bunuh Diri Menurut Psikolog
Aksi bunuh diri satu keluarga merupakan fenomena menyedihkan. Orang tua ajak anak mengakhiri hidup seperti terjadi di apartemen kawasan Penjaringan.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi bunuh diri satu keluarga merupakan fenomena menyedihkan. Orang tua mengikut sertakan anak dalam aksi tersebut seperti terjadi di Apartemen Teluk Intan di Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (9/3/2024).
Satu keluarga yang berjumlah empat orang itu tewas usai melompat dari lantai 22 apartemen.
Korban terdiri sang ayah berinisial EA (50), ibu AI (50), anak perempuan JL (15), dan anak laki-laki JW (13).
Hal ini tentu menjadi tanda tanya, kenapa orangtua libatkan anak dalam tindakan bunuh diri?
Baca juga: Fakta Baru Satu Keluarga Bunuh Diri Lompat dari Apartemen: Tertutup hingga Anak Tak Sekolah 1 Tahun
Terkait hal ini, psikolog klinis dewasa Nirmala Ika Kusumaningrum, M.Psi beri tanggapan. Menurut dia, ada beberapa motif kenapa orangtua melibatkan anak dalam tindakan bunuh diri.
Secara alami, orangtua ingin memberikan yang terbaik kepada anak agar mereka selalu merasa bahagia.
Oleh karenanya, muncul pikiran orang tua agar anak tidak merasakan rasa sakit atau menghadapi masalah di masa mendatang.
"Karena menghayati hidupnya sudah sangat sulit. Jadi dia tidak ingin anak-anak mengalami apa yang ia rasakan. Dia (orangtua) sudah berpikir dengan tidak clear ya," ungkapnya Nirmala saat diwawancarai Tribunnews, Senin (15/4/2024).
Ketika merasa hidupnya tidak lagi bahagia, orangtua tak mau anak merasakan hal serupa.
Atau alasan lain adalah orangtua berpikir jika mereka melakukan aksi bunuh diri, dengan siapa anak akan tinggal.
"Anaknya siapa yang urus. Anaknya jadi tidak bahagia. Jadi akhir ya mereka memutuskan untuk membawa semua," kata Nirmala menambahkan.
Padahal belum tentu anak juga merasakan masalah yang tengah dihadapi orang dewasa. Anak dengan orangtua yang bunuh diri mungkin saja dapat meninggalkan rasa trauma.
"Tapi bisa, dengan mendapatkan bantuan anak juga terbantu. Kita tidak pernah tahu hidup orang," kata Nirmala.
Namun memang pada kondisi ini, anak tidak bisa menawar atau menasehati orangtua.
"Dia juga tidak dalam posisi bisa mencegah orangtua, menasehati orangtuanya. Dia tidak bisa di posisi itu. Karena yang paling sering diajak masih kecil-kecilkan," tutupnya.