5 Fakta Mpox yang Dinyatakan sebagai Darurat Kesehatan Global, Tak Menular seperti Covid-19
Berikut ini lima fakta tentang Monkeypox atau Mpox yang dijadikan darurat kesehatan global oleh WHO.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Garudea Prabawati
Disarankan untuk mencuci tangan atau menggunakan pembersih tangan setelah menyentuh luka.
"Kami tahu vaksin cukup protektif, jadi kami memiliki alat beta yang siap digunakan saat ini, dan virus yang tidak terlalu menular untuk penularan yang meluas," kata Prof. Rodney.
"Jadi, saya pikir pandemi seperti Covid tidak mungkin terjadi," jelasnya.
88 Kasus Terdeteksi di Indonesia
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia mengumumkan data kasus konfirmasi Mpox terbaru.
Hingga tanggal 17 Agustus 2024, Kemenkes mencatat sudah ada 88 kasus konfirmasi Mpox.
Secara rinci, kasus tersebar di DKI Jakarta sebanyak 59 kasus konfirmasi, Jawa Barat 13 kasus, Banten 9 kasus, Jawa Timur 3 kasus, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 3 kasus, dan Kepulauan Riau 1 konfirmasi.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 87 kasus telah dinyatakan sembuh.
Jika dilihat tren mingguan kasus konfirmasi Mpox di Indonesia dari tahun 2022 hingga 2024, periode dengan kasus terbanyak terjadi pada Oktober 2023.
Plh. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI, dr Yudhi Pramono, MARS mengatakan, dari 88 kasus yang dikonfirmasi, sebanyak 54 kasus memenuhi kriteria untuk dilakukan whole genome sequencing (WGS) guna mengetahui varian virusnya.
"Dari 54 kasus ini seluruhnya varian Clade IIB."
"Clade II ini mayoritas menyebarkan wabah Mpox pada Tahun 2022 hingga saat ini dengan fatalitas lebih rendah dan ditularkan sebagian besar dari kontak seksual," katanya, dikutip dari Sehat Negeriku.
Sebagai upaya pencegahan, Kemenkes telah melakukan surveilans di seluruh fasilitas kesehatan, melakukan penyelidikan epidemiologi bersama komunitas dan mitra HIV/AIDS, menetapkan 12 laboratorium rujukan secara nasional untuk pemeriksaan Mpox, serta melakukan pemeriksaan WGS.
Untuk obat-obatan, Kemenkes sudah menyiapkan pemberian terapi simtomatis, tergantung derajat keparahan kasus.
Pasien dengan gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri di rumah dengan pengawasan dari puskesmas setempat, sedangkan pasien dengan gejala berat harus dirawat di rumah sakit.
(Tribunnews.com/Whiesa)