Pemerintah Siapkan Inovasi PCR hingga USG Berbasis AI untuk Deteksi 1 Juta Kasus TBC di 2025
Pemerintah menargetkan deteksi 1 juta kasus Tuberkulosis (TBC) pada tahun 2025 sebagai upaya eliminasi TBC di tahun 2030.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Pemerintah menargetkan deteksi 1 juta kasus Tuberkulosis (TBC) pada tahun 2025 sebagai upaya eliminasi TBC di tahun 2030.
Melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pemerintah menyiapkan inovasi deteksi melalui PCR hingga USG yang memanfaatkan teknologi AI.
Baca juga: Kemenkes Bantah Tes PCR Tak Efektif Deteksi Virus, Simak Ini Penjelasannya
Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers Pertemuan Tingkat Tinggi Inovasi Tuberkulosis (High Level Meeting TBC Innovation) yang digelar di Bali pada Senin (11/11/2024).
“Target kami tahun depan, kita bisa menemukan sekitar 1 juta kasus. Dari 1.060.000 yang ditemukan, saya ingin 1 jutanya kita diagnosis,” kata dia.
Menkes Budi mengatakan, ke depan metode skrining TBC akan diperluas. Tidak hanya menggunakan alat TCM, tetapi juga alat PCR seperti tes Covid-19.
“Skrining TBC itu susah karena harus diambil dari batuk, sekarang dengan teknologi PCR, lagi kita coba di Jawa Barat di-swab bukan di hidung, tapi di tenggorokan. Jadi, nanti kita swab lalu kita tes PCR sama seperti COVID-19. Itu inovasi yang sedang kita coba,” kata Menkes.
Selain menggunakan alat PCR, Menkes juga sedang menguji teknologi terbaru USG, yang biasanya digunakan untuk memeriksa kondisi janin dan deteksi dini kanker payudara.
Kini akan dicoba untuk identifikasi pneumonia atau TBC.
“Ternyata sekarang dengan dibantu AI, (USG) bisa untuk identifikasi pneumonia atau TBC. Ini sekarang sedang kita coba juga, karena USG kita udah banyak,” imbuhnya.
Terkait aspek terapeutik atau pengobatan, masih banyak pasien yang tidak melakukan pengobatan sampai tuntas.
Hal ini disebabkan oleh durasi pengobatan TBC yang cukup lama, yakni sekitar 6 bulan.
Kemenkes berupaya mempercepat penyembuhan pasien TBC dengan mengembangkan obat dengan sekali suntik.
“Untuk obat, saya tertarik (Indonesia) ikut clinical trial yang sekali suntik atau juga alternatif keduanya obatnya diturunkan dari 6 bulan ke 1 bulan. Kami mau terlibat,” ungkap Menkes.
Inisiatif ketiga adalah pengembangan vaksin TBC. Indonesia telah terlibat dalam clinical trial vaksin TBC M72, tetapi tingkat keberhasilannya sangat rendah. Ke depan, Menkes mengatakan, Indonesia tertarik untuk mengikuti clinical trial berbagai jenis vaksin TBC lainnya.
“Kombinasi vaksin dan pengobatan bila kita lakukan dengan baik bisa menjadi game charger yang sukses. Mari Indonesia ikut berpartisipasi dalam clinical trial di banyak jenis vaksin. Jadi, kalau gagal satu bisa dicoba yang lainnya,” ucapnya.