Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Hidup nan Inspiratif dari 3 Perempuan Milenial Staf Khusus Pilihan Presiden Jokowi

Presiden Jokowi mengumumkan 7 staf khusus dari kalangan milenial, ketiga diantaranya adalah Putri Tanjung, Angkie Yudistia, dan Ayu Kartika Dewi

Penulis: Inza Maliana
Editor: Sri Juliati
zoom-in Cerita Hidup nan Inspiratif dari 3 Perempuan Milenial Staf Khusus Pilihan Presiden Jokowi
Tribunnews.com dan Tangkapan layar instagram/@putri_tanjung/@ayukartikadewi
3 Srikandi Milenial Indonesia jadi Staf Khusus Presiden Jokowi 

Keterbatasan fisik tak menghalangi Angkie untuk menembus batas kemampuannya dalam menggapai impiannya.

Angkie merupakan perempuan disabilitas berpengaruh di Indonesia.

Rekam jejak perempuan kelahiran Medan, 5 Juni 1987 sudah tidak diragukan lagi.

Dikutip dari Kompas.com, pada 2008 Angkie menjadi finalis Abang None Jakarta.

Di tahun yang sama ia juga dinobatkan sebagai "The Most Fearless Female Cosmopolitan 2008."

Angkie merupakan lulusan dari The London School of Public Relations.

Pada 2010, Angkie pernah bekerja sebagai Marketing Komunikasi selama satu tahun di IMB Indonesia.

Berita Rekomendasi

Setelah itu, ia bekerja di PT Geo Link Nusatara sekira satu tahun sebagai Corporate Public Relation.

Sebagai bentuk kepeduliannya terhadap penyandang disabilitas, akhirnya pada 2011, Angkie mendirikan Thisable Enterprise yakni pusat pemberdayaan ekonomi kreatif bagi disabilitas di Indonesia.

Angkie yang juga CEO Thisable Enterprise ini juga sudah menjalin kerjasama dengan PT Gojek Indonesia.

Langkah ini diambil untuk dapat memperkerjakan orang-orang difabel melalui Go-Auto hingga Go-Glam.

3. Ayu Kartika Dewi

Perjalanan panjang Ayu Kartika Dewi dalam mengampanyekan nilai toleransi dan keberagaman mengantarkannya menduduki posisi staf khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga ini memiliki semangat dan komitmen tinggi dalam menggelorakan nilai toleransi dan keberagaman di penjuru Nusantara.

Komitmen tersebut mulai terbangun pada saat Ayu mengawali pengabdiannya bersama lembaga Indonesia Mengajar.

Lembaga nirlaba ini fokus mencetak dan mengirimkan kawula muda sebagai pengajar SD di daerah-daerah terpencil.

Dilansir melalui Kompas.com, pada 2010, Ayu mendapatkan tugas untuk mengajar di SD yang berada di Desa Papaloang, Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Kehadiran Ayu di Desa Papaloang ternyata membawanya bersentuhan dengan bayang-bayang permasalahan sosial yang terjadi di lingkungan setempat.

Satu anak didiknya masih mengalami traumatik dengan kerusuhan antar-dua kelompok agama yang terjadi di Ambon pada 1999.

Padahal, saat Ayu melawat ke Maluku, keadaan sudah damai dan dua kelompok yang terlibat konflik sudah berikrar damai.

Namun, ketakutan akan akan bayang-bayang masa kelam itu justru masih membuntuti anak didiknya.

Adegan akan ketakutan muridnya ini justru menjadi pelecut.

Ia menyadari, keberagaman di Indonesia merupakan kekayaan tersendiri.

Tak ayal, Ayu pun semakin perhatian tehadap isu toleransi dan keberagaman.

Ia pun mencetuskan Program Seribu Anak Bangsa Merantau untuk Kembali (SabangMerauke).

Program ini merupakan upaya Ayu menggelorakan nilai keberagaman, toleransi, hingga cakrawala ilmu pengetahuan antar-pelajar di Indonesia.

(Tribunnews.com/Inza Maliana/Anita K Wardhani)(Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas