Ekonomi Sektor Kehutanan Indonesia Berdenyut di Tengah COVID-19
KLHK bersama-sama dengan para stakeholders industri kehutanan terus berupaya meningkatkan produktivitas dan keberlangsungan usaha.
Editor: Content Writer
Bambang kemudian menyinggung soal multiusaha kehutanan, menurutnya hal tersebut sangat diperlukan karena pada masa yang lalu, nilai ekonomi riil lahan hutan sangat rendah, pasar kayu yang berasal dari hutan alam cenderung menurun, dan perlu optimalisasi ruang pemanfaatan kawasan hutan. Multiusaha kehutanan juga dapat bermanfaat sebagai alternatif sumber PNBP selain hasil hutan kayu.
Multiusaha kehutanan yang saat ini menjadi model pengelolaan hutan produksi, kedepan bisa menjadi kebijakan. Kebijakan dimaksud diharapkan meningkatkan produktivitas rakyat dan pemulihan ekonomi nasional.
Kebijakan Pengelolaan Hutan Produksi Lestari pun Bambang jelaskan, dengan penekanan cakupan: kepastian keberlangsungan usaha, produktivitas hutan, optimalisasi pemanfaatan hutan, diversifikasi produk hasil hutan, dan daya saing industri yang kompetitif.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Indroyono Soesilo yang juga hadir sebagai narasumber memaparkan tantangan kinerja sektor kehutanan pada tahun 2020. Menurutnya, Pandemi COVID-19 yang terjadi hingga saat ini telah memberikan tekanan terhadap kinerja sektor usaha kehutanan.
Indroyono memaparkan, nilai ekspor produk kayu bersertifikat legal meningkat dari USD 9,84 Milyar pada tahun 2015, USD 9,2 Milyar tahun 2016, USD 10,9 Milyar tahun 2017, USD 12,1 Milyar tahun 2018. Namun pada tahun 2019, nilai ekspor menurun sebesar 4% dari tahun sebelumnya menjadi hanya USD 11,6 Milyar pada akhir tahun 2019.
Terdapat 5 negara terbesar tujuan ekspor kayu olahan Indonesia. Negara tersebut secara berurutan peringkatnya adalah Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa, serta Korea Selatan. Beberapa negara yang mengimpor produk industri kehutanan Indonesia mulai bangkit kembali di tengah situasi COVID-19.
"Juli tahun ini saya mendengar nilai ekspor kita meningkat lagi. Januari belum ada Pandemi COVID-19, kinerja ekspor kita naik 2,1 persen dibandingkan tahun lalu periode yang sama, Februari naik 2,3%, Maret mulai terdapat kasus COVID-19 dan tren ekspor mulai menurun -1,9% April dan Mei tidak ada kontainer keluar masuk, makin turun -4,3 % hingga -8,4%. Namun pada bulan Juni terjadi rebound, nilai ekspor kita naik, meskipun masih minus yaitu -5% dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Kami berharap bulan Juli tahun ini akan meningkat sehingga sesuai arahan Presiden pada triwulan ketiga sudah positif," jelas Indroyono.
Ketua APHI ini pun menyatakan terima kasih atas semua upaya pemerintah untuk mendukung pemulihan kinerja ekspor produk kehutanan Indonesia, termasuk penguatan SVLK yang tidak hanya berperan menyediakan legalitas tetapi juga memperkuat komitmen keberlanjutan usaha.
Pada akhir paparannya, Indroyono menjabarkan beberapa upaya yang dilakukan dunia usaha untuk meningkatkan kinerja pasca Pandemi COVID-19. Upaya tersebut antara lain dialog dengan beberapa Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) seperti KBRI Seoul, KBRI Tokyo, KBRI China, KBRI Belgia merangkap Luksemburg dan Uni Eropa.
Selanjutnya, penerapan kebijakan Perluasan Penampang Ekspor Produk Kayu Olahan, penerapan kebijakan Multi Usaha Kehutanan seperti hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan. Kemudian juga pengembangan diversifikasi produk, penguatan SVLK di pasar global, penguatan market intelligence produk kayu olahan unggulan, pertemuan bisnis untuk produk kayu olahan unggulan (via virtual), serta pemanfaatan Indonesia Timber Exchange. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.