Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Di Universitas Semarang, Bamsoet Ajak Bangun Ketahanan Budaya Bangsa

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan nilai-nilai global menjadi tantangan bagi eksistensi nilai-nilai kearifan lokal dan budaya bangsa.

Editor: Content Writer
zoom-in Di Universitas Semarang, Bamsoet Ajak Bangun Ketahanan Budaya Bangsa
Doc. MPR
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat menghadiri pagelaran 'Purnama Puisi di Atas Awan' dalam rangka Lustrum ke-7 Universitas Semarang secara virtual dari Jakarta, Minggu malam (12/6/2022). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menuturkan saat ini bangsa Indonesia berada di tengah era disrupsi, di mana perkembangan zaman dan lompatan teknologi telah menggeser paradigma dalam memandang serta memaknai dunia di sekitarnya.

Modernisasi dalam segala bidang, menuntut untuk senantiasa mampu menyesuaikan diri. Derasnya arus globalisasi yang ditopang oleh kemajuan teknologi informasi, membuat sekat-sekat teritorial antar negara menjadi tidak berarti.

"Di satu sisi, kemajuan teknologi dan modernitas zaman menghantarkan kita pada tatanan dunia baru yang menawarkan simplifikasi dan efisiensi pada semua lini kehidupan. Di sisi lain, nilai-nilai global yang datang silih berganti, menghadirkan tantangan bagi eksistensi nilai-nilai kearifan lokal dan budaya bangsa," ujar Bamsoet saat pagelaran 'Purnama Puisi di Atas Awan' dalam rangka Lustrum ke-7 Universitas Semarang secara virtual dari Jakarta, Minggu malam (12/6/2022).

Turut hadir antara lain Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wakil Walikota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, Pembina Yayasan Alumni Universitas Diponegoro Suharsoyo, Rektor Universitas Semarang Supari, serta Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jawa Tengah Amir Machmud.

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang, Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, fenomena tersebut dapat dirasakan pada maraknya orientasi kehidupan global yang melekat dalam kehidupan berbangsa yang mengedepankan gaya hidup individualis, hedonis, serta materialistik. Akibatnya, nilai gotong-royong yang menjadi ciri khas kehidupan sosial bangsa Indonesia, dapat dirasakan kian meredup dan memudar.

"Tidak dapat kita pungkiri, bahwa globalisasi telah menjadi pintu masuk bagi paham-paham dan budaya asing. Globalisasi adalah keniscayaan zaman yang tidak mungkin kita hindari. Namun bukan berarti nilai-nilai global tersebut harus kita terima mentah-mentah, tanpa adanya filtrasi dan seleksi," kata Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini memaparkan, marginalisasi budaya bangsa tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal.

Berita Rekomendasi

Kurangnya kepedulian dan kepekaan untuk menjaga dan melestarikan budaya, juga turut berperan pada tergerusnya nilai-nilai kearifan lokal dan budaya bangsa.

"Jika tidak disikapi dengan sungguh-sungguh, maka bukan tidak mungkin, ketahanan budaya kita akan semakin rapuh. Lambat laun kita akan kehilangan satu demi satu akar kebudayaan kita. Entah karena terabaikan, entah karena diklaim oleh bangsa lain, atau hilang pelan-pelan ditelan pusaran peradaban global. Dalam konteks inilah, membangun ketahanan budaya menjadi penting," tegas Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum SOKSI ini menambahkan, Konstitusi secara tegas mengamanatkan untuk menjaga ketahanan budaya.

Pasal 32 Ayat (1) menyebutkan 'Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia, dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya'.

Ketentuan tersebut mencerminkan pengakuan adanya dua sisi peran penting kebudayaan, yaitu dalam membentuk jati diri bangsa, dan dalam menyikapi modernitas dan laju peradaban zaman.

"Saya mengapresiasi langkah Universitas Semarang yang pada perayaan hari jadinya yang ke-35 tahun, mengusung tema mengenai Candi. Candi adalah aset pariwisata dan sekaligus rujukan sejarah peradaban bangsa. Di wilayah Jawa Tengah saja, ada sekitar 54 candi yang tersebar di 11 Kabupaten. Semoga acara ini menjadi bagian dari sumbangsih akademik, dalam membangun komitmen kolektif segenap pemangku kepentingan, agar lebih 'mencintai' Candi karena hasrat ingin melestarikan legasi peradaban dan akar budaya yang terkandung di dalamnya. Bukan memaknai Candi hanya sebagai obyek eksploitasi," pungkas Bamsoet. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas