Filosofi Layang-layang Ivan Gunawan untuk Koleksi Jajaka, Ekpresif Tapi Tahu Diri
Judul 'Layang-layang' dipilih desainer Ivan Gunawan saat memamerkan koleksi terbarunya berlabel 'Jajaka' di Jakarta Fashion & Food Festival 2016.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Judul 'Layang-layang' dipilih desainer Ivan Gunawan saat memamerkan koleksi terbarunya berlabel 'Jajaka' di Jakarta Fashion & Food Festival 2016, Ballroom Harris Hotel & Conventions, Jakarta Utara.
"Jajaka itu berkaitan dengan Indonesia, jadi saya selalu mau judulnya harus berbahasa Indonesia. Saya melihat layang-layang sebagai permainan anak-anak. Setelah saya pelajari bentuknya layang-layang adalah sebuah lambang kebebasan," beber Ivan, Sabtu (7/5/2016).
Ia menambahkan filosofi layang-layang terkait kebebasan namun memiliki batas. Meski ada kebebasan dalam bersikap dan berekspresi tapi harus tetap tahu diri.
"Bebas tapi kita tahu batas dan tahu diri. Itulah yang menjadi filosofi saya, bagaimana kita bersikap, bagaimana kita menjadi masyarakat di tengah lingkungan, kita bebas berekspresi tapi tetap tahu diri," imbuh dia.
Pria kelahiran Jakarta ini mengaku saat membuat koleksi Jajaka, ia belajar mendesain batik dan memadukan dua jenis motif megamendung khas Cirebon dan satu lagi batik khas Pekalongan.
"Kenapa saya pilih motif megamendung, karena kalau kita main layang-layang kan kita di awan. Jadi saya mengambil inspirasi awan itu. Selain itu ada motif orang-orang sedang bermain layang-layang, saya ambil dari daerah pesisir Pekalongan. Dua kain batik ini saya jadikan satu," terang dia.
Melalui Jajaka, Ivan mencoba menghadirkan filosofi layang-layang dan membagi karyanya ke dalam tema langit dan bumi.
Dalam koleksi bertema langit, Ivan menggunakan warna biru, putih, serta aksen hitam untuk melukiskan kebebasan. Sedangkan koleksi bumi menggambarkan keempat pintu, berpadu warna nude, tanah, dan kuning.
Filosofi yang dipetik 'Jajaka' tersebut didasari pada filosofi arsitektur bangunan adat Melayu Riau, berupa hiasan yang terdapat di empat sudut pancuran atap.
Bentuk khas trapesium layang-layang itu dituangkan menjadi motif pada busana, khususnya koleksi pria.