Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketua Bawaslu: Ujaran Kebencian Hingga Netralitas ASN Dikhawatirkan Masih Terjadi di Pemilu 2024

Pemanfaatan issue SARA, netralitas aparat, penyebaran berita bohong atau hoax serta ujaran kebencian jadi setumpuk masalah yang dikhawatirkan terjadi

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Ketua Bawaslu: Ujaran Kebencian Hingga Netralitas ASN Dikhawatirkan Masih Terjadi di Pemilu 2024
Istimewa
Direktur Utama Interesa Training Center (ITC) Wahyu Yoga Pratama dalam diskusi daring rangkaian Kegiatan Pelatihan SDM Kepemiluan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemanfaatan isu SARA, netralitas aparat, penyebaran berita bohong atau hoax serta ujaran kebencian jadi setumpuk masalah yang dikhawatirkan terjadi pada Pemilu Serentak 2024.

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja menegaskan, pihaknya berkomitmen agar hal-hal tersebut tidak sampai mengganggu proses demokrasi di pemilu 2024.

"Yang masih menjadi isu penting adalah politisasi SARA, politik uang, netralitas, verifikasi pemilih dan kecepatan memperoleh hasil, serta berita bohong," ujar Bagja dalam diskusi daring yang digelar Interesa Training Center (ITC), ditulis Kamis (3/11/2022).

Bagja menjelaskan, Bawaslu memberikan perhatian khusus terhadap sarana media sosial. Salah satunya bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Badan Siber Nasional (BSSN), Mabes Polri dan sejumlah pihak yang memiliki kewenangan terhadap media sosial.

Selain itu, pihaknya juga mengikut sertakan kader Partai Politik (Parpol) untuk ikut menjaga agar proses pemilu berlangsung demokratis.

Terkait pelaporan dan pembuktian pelanggaran pemilu, Bagja menyampaikan Bawaslu masih mengacu pada aturan yang relatif sama dengan aturan pemilu sebelumnya.

Namun untuk Pemilu 2024, Bawaslu dibantu oleh aplikasi Sistem Informasi Penanganan Pelanggaran Pemilu dan Pelaporan (SiGapLapor), yang dapat memudahkan masyarakat menyampaikan pelaporan.

Berita Rekomendasi

"Bisa teman teman melaporkan melalui aplikasi yang sudah disediakan Bawaslu. Soal pembuktian itu tergantung laporan," ujar Bagja dalam diskusi yang merupakan bagian dari rangkaian Kegiatan Pelatihan SDM Kepemiluan, yang digelar oleh Ikatan Alumni Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta (IKASA) bersama ITC tersebut.

Baca juga: Bawaslu Sebut Pemantauan Pemilu 2024 Perlu Sasar Target Tertentu, Misal Ujaran Kebencian di Medsos

Sementara anggota DPR Komisi II Fraksi Partai Demokrat, Rezka Oktoberia mengatakan bahwa Penjabat (Pj) kepala daerah harus menjaga netralitasnya. Ia berharap tak ada tindakan dari Pj kepala daerah dengan memutasi ASN.

"Mendagri sudah menyelesaikan 53 daerah dari 101 daerah (yang akan habis masa jabatannya tahun ini). Kita berharap tindakan dari PJ kepala daerah, tindakan mutasi ASN juga harus diperhatikan, apakah itu politik atau menghabiskan rezim dari ASN yang lama," kata Rezka.

Di Pemilu 2024 juga untuk pertama kalinya diperbolehkan pemanfaatan kampus sebagai sarana kampanye. Kata dia, pada 2024 sebanyak sekitar 29 persen pemilih adalah usia mahasiswa.

Sehingga jika aturan tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik, salah satu dampaknya adalah peningkatan partisipasi pemilih di usia mahasiswa.

"Memperbolehkan kampus jadi tempat kampanye, ini jadi terobosan baru. Harus jadi pertimbangan, jangan menimbulkan perpecahan, perselisihan paham. Memang usia produktif kita usia di kalangan mahasiswa, ini jumlah pemilih dominan," ujarnya.

Selain itu, hal baru yang akan diterapkan pada pemilu 2024 adalah penerapan rentang umur 17 - 55 tahun untuk petugas Kelompok Penyelenggara Pemilihan Suara (KPPS).

Rezka mengaku setuju dengan penurunan batas umur menjadi 17 tahun jika memang semangatnya adalah regenerasi. Namun unsur integritas dan ketidakberpihakan petugas KPPS juga tidak boleh dilupakan.

Diskusi daring rangkaian Kegiatan Pelatihan SDM Kepemiluan.
Diskusi daring rangkaian Kegiatan Pelatihan SDM Kepemiluan. (ist)

Direktur Utama ITC Wahyu Yoga Pratama, dalam diskusi tersebut mengaku sependapat dengan Rezka, bahwa penurunan batas umur petugas KPPS penting untuk kepentingan regenerasi.

Dalam regenerasi, dibutuhkan kerelaan anggota KPPS yang sudah lebih berpengalaman, dalam membimbing anggota KPPS yang lebih mudah. Namun demikian, dia ragu akan ada banyak Warga Negara Indonesia (WNI) berumur 17 tahun yang mendaftarkan diri sebagai petugas KPPS.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas