Guru Besar UIN Alauddin Makassar Sebut Mustahil Tokoh Luar Pulau Jawa Terpilih Jadi Presiden
Guru Besar Emeritus UIN Alauddin Makassar, M Qashim Mathar tegas mengatakan tokoh yang bukan keturunan Jawa mustahil memimpin Indonesia.
Editor: Adi Suhendi
Bahkan banyak di antara mereka pindah-pindah partai.
"Semua ingin terpilih dan berteriak capresnya paling sempurna. Itu jualan politisi. Bukan hal baru. Semuanya nyaris omong kosong," tambahnya.
Menurutnya sampai saat ini presiden yang terpilih tidak otomatis yang terbaik.
"Presiden yang terpilih tidak otomatis yang terbaik karena kita belum punya peraturan dalam undang-undang pemilu yang memaksa rakyat kita dan bangsa kita orang paling ideal yang terpilih," katanya.
Sementara itu pendiri lembaga survei Cyrus Network, Hasan Nasbi Hasan Nasbi menyebut para pemilih di Indonesia harus legowo melihat pulau Jawa yang menjadi lumbung suara pada setiap penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu).
"Kalau bicara dalam konteks Jawa kita harus memahami dalam beberapa pengertian kalau Jawa adalah sebuah pulau itu dalam berbagai survei, komposisi hampir 60 persen berdiam di Pulau Jawa," jelas Hasan Nasbi.
"Jadi kalau kita sederhanakan 60 persen Jawa, 20 Sumatera, 20 lagi itu gabungan dari Kalimantan, Sulawesi, Bali, Maluku sampai Papua. Jabar tambah Jakarta aja lebih besar dari Indonesia Timur," lanjut alumni Ilmu Politik Universitas Indonesia itu.
Bahkan ia menyampaikan jumlah populasi di Pulau Jawa terbanyak di dunia.
Baca juga: Jokowi Dukung Prabowo, Pengamat: Bukan Menjatuhkan Pilihan, Hanya Mendorong Ikut Pilpres 2024
"Jawa itu the most populated island in the world. Bahkan penduduk pulau Jawa lebih besar dari Rusia," kata Hasan Nasbi.
Dalam politik, Hasan mengibaratkan pulau Jawa seperti kolam ikan.
Besarnya penduduk pulau Jawa bisa menjadikan sebagai kunci menduduki kursi presiden.
"Dalam konteks politik elektoral, Jawa sebagai pulau kayak dalam satu kolam ikannya banyak. Memancing pemilu kayak memancing ikan, kemungkinan dapat pemilihnya banyak di sana. Karena geografis kecil tapi pemilihnya banyak. Pasarnya memang di Jawa," katanya.
Dengan sistem satu orang untuk satu suara, maka Jawa dinilai tetap menjadi kunci dalam Pemilu 2024.
Hasan Nasbi pun juga meninjau Jawa dari segi etnis dan kultur.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.