Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Digugat, Pengamat: Jika Dikabulkan Bisa Jadi Pembunuhan Demokrasi

Ujang Komarudin menilai bakal jadi kemunduran demokrasi jika Mahkamah Konstitusi (MK) kabulkan gugatan sistem pemilu proposional terbuka.

Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Digugat, Pengamat: Jika Dikabulkan Bisa Jadi Pembunuhan Demokrasi
Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha
Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komaruddin. Ujang Komarudin menilai bakal jadi kemunduran demokrasi jika Mahkamah Konstitusi (MK) kabulkan gugatan sistem pemilu proposional terbuka. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilai bakal jadi kemunduran demokrasi jika Mahkamah Konstitusi (MK) kabulkan gugatan sistem pemilu proposional terbuka.

Adapun sebelumnya sejumlah orang melakukan gugatan terhadap sistem proporsional terbuka yang ada di dalam UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kita lihat saja nanti dan tunggu apa keputusannya. Seandainya diaminkan oleh MK gugatan tersebut. Bukan hanya kemunduran demokrasi pemerintahan saat ini, tetapi juga pembunuhan demokrasi," kata Ujang Komarudin kepada Tribunnews.com, Senin (9/1/2023).

Baca juga: PKS dan Tujuh Partai Politik Siap Jadi Pihak Terkait di MK Untuk Mengawal Suara Rakyat

Kemudian menurut Ujang Komarudin jika gugatan tersebut dikabulkan yang bakal jadi anggota legislatif adalah caleg-caleg yang dekat dengan ketua umum partai.

"Nantinya yang bakal jadi adalah caleg-caleg dari keluarganya ketua umum partai politik. Orang-orang yang dekat dengan ketua umum parpol yang jadi anggota legislatif di negeri ini," tegas Ujang.

Ujang melanjutkan nantinya yang bakal dilihat masyarakat caleg-caleg yang tidak bekerja, caleg-caleg yang diam dan duduk manis karena pilihannya ada pada partai politik.

Berita Rekomendasi

"Masyarakat tidak tahu siapa yang jadi nanti, itu karena milihnya menggunakan coblos partai politik. Masyarakat tidak mengetahui siapa calegnya, karena penentunya ketua umum parpol," sambungnya.

Baca juga: PDIP Bantah Tudingan Intervensi Hakim MK soal Judicial Review Sistem Proporsional Tertutup

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review itu menegaskan jika gugatan itu dikabulkan.

Maka MK telah memberi andil terhadap kemunduran demokrasi di republik ini.

Adapun sebelumnya sejumlah orang melakukan gugatan meminta MK memutuskan Pemilu 2024 kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.

Para penggugat itu yakni Yuwono Pintadi yang mengklaim dirinya kader Nasdem, kemudian Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo), Fahrurrozi (bacaleg 2024), Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel), Riyanto (warga Pekalongan), dan Nono Marijono (warga Depok).

Pengajuan gugatan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi (MK) itu telah direspon kritis sejumlah partai politik. 

Delapan partai politik parlemen terdiri dari PKS, Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, Nasdem, PAN dan PPP sepakat menolak sistem proporsional tertutup dan tetap mendukung sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini sebagai sistem yang lebih baik, lebih demokratis dan lebih representatif. 

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas