PENA 98 Umumkan 8 Kriteria Capres: Tak Pernah Terlibat Pelanggaran HAM hingga Politik Identitas
Persatuan Nasional Aktivis 98 (PENA 98) mengumumkan kriteria calon presiden atau (capres) yang ideal untuk maju di Pilpres 2024.
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persatuan Nasional Aktivis 98 (PENA 98) mengumumkan kriteria calon presiden atau (capres) yang ideal untuk maju di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Hal ini disampaikan saat peresmian Gedung Graha PENA 98 di Jalan HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (19/2/2023).
Sekretaris Jenderal PENA 98 Adian Napitupulu mengatakan bahwa kriteria capres ini dirumuskan berdasarkan diskusi yang telah dilakukan serta mempertimbangkan berbagai literasi dan juga riset di berbagai daerah.
“Kriteria-kriteria ini disusun dengan kesadaran pada arah dan tujuan Indonesia untuk menjadi negara yang demokratis, modern dan berlaku adil tanpa diskriminasi, menjadi negara yang menghargai dan menghormati setiap rakyatnya tanpa kecuali dengan menempatkan rakyat bukan sebagai objek tetapi subjek bagi negara,” kata Adian saat konferensi pers.
Kriteria ini tidak disusun berdasarkan ketidaksukaan, keberpihakan pada satu, dua orang ataupun kelompok, melainkan disusun berdasarkan harapan-harapan yang baik bagi Indonesia di masa depan.
Kriteria ini, tambah Adian, disusun berdasarkan harapan-harapan agar hal-hal buruk yang pernah dilewati bangsa ini tidak lagi terulang di masa depan.
“Sebagai bagian dari Aktivis 98, maka kami punya kewajiban moral, intelektual dan sejarah untuk memastikan arah perjuangan reformasi tetap berjalan walaupun mungkin dalam prakteknya tidak atau belum sempurna,” tuturnya.
Adapun kedelapan kriteria tersebut di antaranya sebagai berikut:
1. Menjaga Pancasila, berpedoman pada UUD 1945, setia pada NKRI, menghormati keberagaman, dan merawat kebhinekaan.
2. Bukan bagian dari Orde Baru
Watak otoritarianisme Orde Baru dengan pendekatan militeristik dan KKN yang akut, mestinya sudah diakhiri sejak reformasi 1998.
“Capres 2024 yang masih tersandera dalam pemikiran, perilaku, apalagi berafiliasi dengan rezim Orde Baru, dipastikan tidak akan mampu membawa Indonesia melangkah maju tanpa beban masa lalu,” ujarnya.
3. Tidak punya rekam jejak terlibat dalam penggunaan politik identitas
Jika kita berharap, bermimpi, berkeinginan dan bercita cita Indonesia ke depan menjadi negara modern, multi etnis, multi ras, multi kultur, multi identitas, beragam agama dan keyakinan dan sebagainya, yang kesemuanya bisa hidup damai di tengah keberagaman, maka memeriksa rekam jejak calon presiden apakah pernah terkait, menggunakan, membiarkan atau setidaknya diuntungkan dari digunakannya politik identitas, menjadi penting dicermati dan diwaspadai.