Dari Endorsment hingga Musra, Pengamat: Presiden Partisan Warisan Buruk bagi Sistem Pemilu
Pengamat sebut Jokowi sebagai presiden partisan, hal ini akan berpengaruh pada warisan demokrasi yang buruk bagi sistem pemilu.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden partisan yang di mana hal ini akan berpengaruh pada warisan demokrasi yang buruk bagi sistem pemilu.
Pria yang juga merupakan CEO dan Founder Voxpol Center Research and Consulting punya alasan di balik pernyataannya tersebut.
Ia berkaca dari banyaknya momen Jokowi yang turut aktif dalam ragam aktivitas seperti menghadiri Musyawarah Rakyat (Musra) hingga melakukan endorse tokoh yang berkaitan dengan Pilpres 2024 mendatang.
Padahal, lanjut Pangi, dalam posisinya sebagai kepala negara, Jokowi tidak elok untuk berkontribusi dan terlibat aktif menyambut kontestasi politik lima tahunan ini.
“Cara merawat demokrasi adalah dengan cara bagaimana presiden Jokowi netral, bagaimana Jokowi berpikir keras untuk mensukseskan pemilu 2024, tidak cawe-cawe, tidak grasak-grusukan menyiapkan dan menyukseskan presiden pengganti beliau,” Kata Pangi dalam keterangannya, Kamis (18/5/2023).
“Presiden partisan di dalam pemilu jelas meninggalkan legacy yang buruk bagi sistem pemilu dan demokrasi kita, presiden selanjutnya tentu berpotensi melakukan hal yang sama karena tak ada pembelajaran dan contoh keteladanan dari seorang negarawan,” sambungnya.
Baca juga: Johnny G Plate Tersangka, Momen Jokowi Reshuffle hingga Hary Tanoesoedibjo Muncul di Istana
Pangi pun menyebutkan beberapa langkah Jokowi seperti berpidato di Musra hingga endorsement kepada sosok bakal calon presiden berdampak negatif.
“Terlibat aktif dalam melakukan negosiasi bahkan menunjukkan dukungan secara terbuka akan memberikan dampak negatif yang sangat berbahaya terhadap penyelenggaraan pemilu 2024 nanti,” ujarnya.
Langkah Jokowi ini, tegas Pangi, tidak sepenuhnya bisa diterima dan akan menjadi preseden buruk di mana presiden yang sedang berkuasa menjadikan dirinya makelar demi kepentingan politik temporal.
“Kalau presiden terlalu jauh cawe-cawe di dalam menentukan presiden penerus beliau, tentu ada resiko besar yang menunggu beliau,” tutup Pangi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.