KPU Revisi PKPU 10/2023 Soal Keterwakilan Perempuan, Parpol Bakal Rombak Caleg di Tahapan Pemilu?
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berencana akan merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10/2023 menyusul putusan Mahkamah Agung (MA).
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWs.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berencana akan merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10/2023 menyusul putusan Mahkamah Agung (MA).
Sebagaimana diketahui, uji materi atas PKPU 10/2023 terkait pasal keterwakilan perempuan dalam daftar calon anggota legislatif di setiap daerah pemilihan (dapil) dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA).
"Ya masih kita belum dapatkan versi lengkapnya, pasti kita pedomani. Cuma bagaimana detail putusannya kan kita belum baca semuanya. Di direktori belum ketemu, saya sudah minta hubungi MA untuk mendapatkan per hari ini, tapi belum dapat," kata Anggota KPU RI Mochammad Afifuddin kepada awak media di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (31/8/2023).
Putusan MA ini nantinya akan menjadi faktor penentu apakah PKPU 10/2023 bakal direvisi atau tidak. Meskin belum mendapatkan hasil putusan secara itu, pria yang akrab disapa Afif ini menekankan pihaknya akan menjalani apapun hasil dari keputusan itu.
Jika KPU melakukan revisi atas PKPU 10/2023, hal ini berarti partai politik (parpol) peserta pemilu harus merombak kembali para calon anggota legislatif (caleg) di setiap dapil supaya jumlah perempuannya memenuhi kuota.
"Ya kemungkinan (PKPU 10/2023 direvisi). Situasinya kan kita patuhi, kita taati putusannya. Ya pokoknya kita ikuti putusan MA. Detailnya tanya partai," tutur Afif.
Mengingat saat ini tahapan pemilu sudah melewati tahapan penetapan daftar calon sementara (DCS), KPU harus bergegas dalam kerjanya supaya nanti jumlah keterwakilan perempuan yang diatur dalam PKPU 10/2023 dapat terpenuhi.
Afif yakin pihaknya dapat menyelesaikan hal itu tepat waktu.
"Ya, tenggat waktu tentu ya sampai DCT (daftar calon tetap), per putusan MA itu diputuskan, ya kita pedomani, sampai kemudian DCT ditetapkan," tandasnya.
Untuk diketahui, uji materi ini diajukan sejak 13 Juni 2023 lalu. Adapun perkara mendudukkan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari sebagai termohon/terdakwa. PKPU soal keterwakilan ini digugat lantaran penghitungan KPU ihwal keterwakilan calon anggota legislatif perempuan dianggap tidak tepat.
Sebagai informasi, 17 April 2023 KPU telah menetapkan PKPU No 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Dalam Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 dinilai bisa membuat keterwakilan perempuan di legislatif menjadi kurang dari 30 persen.
Pasal ini mengatur terkait pembulatan desimal ke bawah dalam teknis penghitungan proporsi jumlah keterwakilan perempuan di satu dapil.
"Dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai: (a) kurang dari 50 (lima puluh), maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau (b) 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas," bunyi Pasal 8 Ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023.
Akibat dari aturan itu, keterwakilan perempuan akan kurang dari 30 persen di sejumlah dapil. Semisal, pada dapil yang memberlakukan 7 caleg, 30% dari jumlah tersebut ialah 2,1.
Baca juga: Menteri PPPA Minta KPU Tindaklanjuti Putusan MA Soal Keterwakilan Perempuan di Parlemen
Sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023, angka di belakang koma kurang dari 50, maka 2,1 dilakukan pembulatan menjadi 2 orang.