Jelang Putusan Usia Capres-Cawapres, Denny Indrayana: Jangan Biarkan Gibran Jadi Paslon di Pilpres
Guru besar hukum tata negara Denny Indrayana memprediksi MK bakal mengabulkan permohonan tersebut.
Editor: Malvyandie Haryadi
Padahal, adalah fakta sosial yang tidak terbantahkan bahwa, uji konstitusionalitas syarat umur itu berkaitan langsung dengan potensi keluarganya, yaitu Gibran Jokowi, untuk menjadi kontestan dalam Pilpres 2024.
Di seluruh belahan dunia manapun, adalah aturan etika baku, hakim harus mundur jika perkara yang ditanganinya berkaitan langsung dengan keluarganya.
Bahwasanya hakim konstitusi yang lain pun membiarkan, alias tidak mendorong mundurnya Ketua MK Anwar Usman, menunjukkan ada persoalan etika yang akut—mungkin didasari ketakutan—pada mayoritas jajaran hakim konstitusi, tentu tidak semuanya.
Hal itu dikonfirmasi lagi dan terbukti dengan dipilihnya kembali Anwar Usman sebagai Ketua MK pada pemilihan beberapa saat yang lalu.
Maka, hanya dengan menolak uji konstitusionalitas syarat umur, MK bisa menyelamatkan diri dari kehancuran.
Jika permohonan itu dikabulkan, apalagi kemudian diikuti dengan persetujuan Jokowi bagi Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi paslon dalam Pilpres 2024, maka hampir sempurnalah kerusakan negara hukum Indonesia.
Jangan salah, saya tidak menutup hak Gibran Jokowi untuk berpolitik. Ataupun menutup hak politik keluarga Jokowi yang lain, apakah Ketua Umum (kilat) PSI Kaesang Pangarep, ataupun sang mantu Walikota Bobby Nasution.
Persoalannya, saya mempercayai prinsip meritokrasi dalam berpolitik.
Saya tidak yakin, Gibran, Kaesang, dan Bobby mendapatkan posisi politiknya karena kapasitas dan integritasnya, tetapi lebih karena—permisi saya gunakan bahasa jujur, rekayasa politik yang dilakukan Jokowi dan kroni pendukungnya.
Bahkan, dari membaca dokumen yang ada, saya juga meyakini, bahwa modal usaha bisnis kuliner Gibran dan Kaesang, punya persoalan jika dilihat dari kacamata antikorupsi.
Karena, sebagaimana laporan Ubedilah Badrun, terendus merupakan gratifikasi dari oligarki bisnis yang—lagi-lagi dalam bahasa terang: membeli pengaruh politik dengan menyuap keluarga Jokowi, melalui bisnis anak-anaknya.
Maka, kembali kepada putusan MK pagi-siang ini. Nasib negara hukum bukan hanya ada pada MK, tetapi pada kemampuan Jokowi untuk sadar dan tidak cawe-cawe serta menghentikan bangunan politik dinasti keluarganya dalam Pilpres 2024.
Itu sebabnya, sejak beberapa waktu terakhir saya terus menyampaikan kritik terang dan terbuka: ”Jokowi Don’t Cawe-Cawe, Stop Dynasty”.
Jika benar MK mengabulkan permohonan syarat usia capres-cawapres, maka itu sebenarnya adalah putusan yang layak dikritik keras, karena merusak kewarasan konstitusi, dan menguatkan MK telah bersalin rupa dari penjaga konstitusi menjadi penjaga the family and dynasty Jokowi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.