Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penjelasan Guru Besar Unhas tentang Definisi Politik Dinasti Jokowi, Singgung Mekanisme

Guru Besar Fakultas Hukum Unhas, Hamid Awaludin, mengungkapkan bahwa jangan mengikuti definisi politik dinasti Presiden Jokowi.

Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Penjelasan Guru Besar Unhas tentang Definisi Politik Dinasti Jokowi, Singgung Mekanisme
Sekretariat Presiden, Kompas TV, Tribunnews/Mario Sumampow
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Hamid Awaludin, mengungkapkan bahwa jangan mengikuti definisi politik dinasti Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan pemimpin dipilih oleh rakyat. 

TRIBUNNEWS.COM - Guru Besar cari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Hamid Awaludin, mengungkapkan bahwa jangan mengikuti definisi politik dinasti Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan pemimpin dipilih oleh rakyat.

Hamin menjelaskan, sebelum seorang pemimpin dipilih oleh rakyat, ia telah disiapkan oleh para elite partai politik (parpol). 

"Apakah rakyat memilih pemimpin sementara tidak dicalonkan oleh elite politik?" kata Hamid dikutip dari YouTube Kompas TV.

Baca juga: Kata Peneliti tentang Isu Dinasti Politik Jokowi: Tak Ada Suara Oposisi, Jokowisme Ada di Mana-mana

Kemudian, yang menjadi permasalahan ialah mekanisme pemilihan sosok pemimpin yang ditunjuk oleh para elite politik.

Proses atau mekanisme pemilihan sosok calon pemimpin yang dipilih oleh elite politik itulah, kata Hamid, yang acapkali bermasalah. Apakah sesuai dengan konstitusi atau tidak.

"Sebelum dipilih rakyat, ada orang yang ditawarkan ke rakyat. Proses menawarkan ini yang acapkali persoalkan. Apakah kemunculan seseorang ini melalui mekanisme atau tidak," sambung Hamid.

"Yang kita wacanakan, yang kita protes kalau tidak sesuai adalah bagaimana sang calon itu diserahkan evaluasi atau judgement-nya kepada rakyat," jelasnya.

Berita Rekomendasi

Sebagaimana diketahui, jalan Gibran Rakabuming Raka maju sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres) dari pendamping Prabowo Subianto terbuka melalui mekanisme gugatan batas usia capres-cawapres yang diproses oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

MK memutuskan bahwa seseorang, meski belum berusia 40 tahun bisa maju sebagai capres-cawapres dengan syarat pernah atau sedang menduduki jabatan publik yang dipilih melalui pemilu.

Gibran yang belum berusia 40 tahun dan sedang menduduki jabatan publik sebagai Wali Kota Solo pun memenuhi syarat untuk diajukan sebagai cawapres.

Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka saat tiba di Rumah Sakit Pusat Angkatan (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Kamis (26/10/2023). Keduanya datang untuk menjalani medical check up atau tes kesehatan. Tribunnews/Jeprima
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka saat tiba di Rumah Sakit Pusat Angkatan (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Kamis (26/10/2023). Keduanya datang untuk menjalani medical check up atau tes kesehatan. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Isu mengenai dinasti politik dan konflik kepentingan kemudian menguat karena Ketua MK, Anwar Usman, merupakan paman dari Gibran atau adik ipar Jokowi.

Setelah gugatan tersebut diputuskan oleh MK, Koalisi Indonesia Maju (KIM) akhirnya benar-benar menunjuk putra sulung Presiden Jokowi itu maju sebagai cawapres.

Pasca-putusan tersebut, resistensi kemudian bergulir. Anwar Usman dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan nepotisme.

Laporan tersebut dilayangkan oleh Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Persatuan Advokat Nusantara, Senin (23/10/2023).

Koordinator TPDI, Erick Samuel Paat, menduga Jokowi dan Anwar Usman sengaja membiarkan adanya putusan MK yang mengubah ketentuan syarat usia minimal calon presiden-calon wakil presiden.

“Kami lihat seolah-olah ada unsur kesengajaan yang dibiarkan, dalam penanganan perkara ini,” kata Erick saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (23/10/2023) siang.

Menanggapi laporan yang dilayangkan oleh TPDI ke KPK tersebut, Anwar pun hanya tertawa.

"Ketawa aja saya. Hahaha," kata Anwar, usai Pelantikan Anggota MKMK, di Gedung MK RI, Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2023).

Sementara itu, menanggapi laporan masyarakat yang masuk ke MK berkaitan dengan putusan-putusan gugatan perkara serta dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim, mereka akhirnya mengumumkan pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Senin (23/10/2023).

MKMK sendiri terdiri dari tiga anggota. Mereka adalah mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, Prof Bintan Saragih, dan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman merespons soal dia dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan nepotisme.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman merespons soal dia dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan nepotisme. (Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami)

Kemudian, MKMK diberitakan akan menggelar sidang perdana dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi pada Selasa (31/10/2023) pekan depan.

Jadwal sidang tersebut disampaikan Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, saat rapat klarifikasi kepada 12 pihak yang melaporkan pelanggaran hakim konstitusi, Kamis (26/10/2023).

"Harus siap-siap, nanti sidangnya itu dimulai hari Selasa (pekan depan)," kata Jimly Asshiddique, dalam rapat, Kamis.

Jimly mengatakan, nantinya MKMK akan meminta klarifikasi para pelapor dan pembuktian atas laporan dugaan pelanggaran etik hakim Mahakamah Konstitusi (MK) yang mereka ajukan.

Para pelapor kemudian diminta Jimly untuk menghadirkan saksi dan ahli untuk menguatkan klarifikasi dan pembuktiannya, pada sidang pekan depan.

Ketua MKMK itu menjelaskan, dalam satu agenda sidang akan ada dua pelapor yang dihadirkan.

Sebagai contoh, pada Selasa pekan depan, pelapor yang akan dihadirkan yakni dari Integrity Indrayana Center.

Selanjutnya, Rabu pekan depan, pelapor yang akan dihadirkan yaitu dari Perekat Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia.

Lebih lanjut, Jimly mengungkapkan, nantinya sidang akan berlangsung mulai pagi hingga sore.

Ia juga memastikan, persidangan dugaan pelanggaran etik hakim itu akan terbuka untuk umum.

Selain sidang klarifikasi, Kata Jimly, MKMK juga akan menggelar sidang terhadap para terlapor, dalam hal ini para hakim konstitusi.

Meski demikian, ia belum menjelaskan lebih lanjut ihwal kapan MKMK akan memeriksa pada hakim konstitusi.

Pihaknya akan terlebih dahulu menyusun jadwal pemeriksaan para terlapor.

Kata Jokowi soal Isu Dinasti Politik

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi isu soal dinasti politik yang menjerat keluarganya.

Di mana pria berusia 62 tahun itu tak melihat situasi ini sebagai masalah.

Jokowi justru melempar pertanyaan soal dinasti politik dengan menjawab bahwa segala penilaian berada di tangan masyarakat.

"Itu kan masyarakat yang menilai, dan apa dalam pemilihan pun, baik di pilkada, pilihan wali kota, pemilihan bupati, pemilihan gubernur, pemilihan presiden, itu semuanya yang memilih rakyat," kata Jokowi di Jakarta, Selasa (24/10/2023), dikutip dari YouTube Kompas TV.

"Yang menentukan itu rakyat, yang mencoblos itu rakyat, bukan elite, bukan kita, bukan partai, itulah demokrasi," terangnya.

(Tribunnews.com/Deni/Ibriza Fasti Ifhami)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas