Penjelasan Guru Besar Unhas tentang Definisi Politik Dinasti Jokowi, Singgung Mekanisme
Guru Besar Fakultas Hukum Unhas, Hamid Awaludin, mengungkapkan bahwa jangan mengikuti definisi politik dinasti Presiden Jokowi.
Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Guru Besar cari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Hamid Awaludin, mengungkapkan bahwa jangan mengikuti definisi politik dinasti Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan pemimpin dipilih oleh rakyat.
Hamin menjelaskan, sebelum seorang pemimpin dipilih oleh rakyat, ia telah disiapkan oleh para elite partai politik (parpol).
"Apakah rakyat memilih pemimpin sementara tidak dicalonkan oleh elite politik?" kata Hamid dikutip dari YouTube Kompas TV.
Baca juga: Kata Peneliti tentang Isu Dinasti Politik Jokowi: Tak Ada Suara Oposisi, Jokowisme Ada di Mana-mana
Kemudian, yang menjadi permasalahan ialah mekanisme pemilihan sosok pemimpin yang ditunjuk oleh para elite politik.
Proses atau mekanisme pemilihan sosok calon pemimpin yang dipilih oleh elite politik itulah, kata Hamid, yang acapkali bermasalah. Apakah sesuai dengan konstitusi atau tidak.
"Sebelum dipilih rakyat, ada orang yang ditawarkan ke rakyat. Proses menawarkan ini yang acapkali persoalkan. Apakah kemunculan seseorang ini melalui mekanisme atau tidak," sambung Hamid.
"Yang kita wacanakan, yang kita protes kalau tidak sesuai adalah bagaimana sang calon itu diserahkan evaluasi atau judgement-nya kepada rakyat," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, jalan Gibran Rakabuming Raka maju sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres) dari pendamping Prabowo Subianto terbuka melalui mekanisme gugatan batas usia capres-cawapres yang diproses oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
MK memutuskan bahwa seseorang, meski belum berusia 40 tahun bisa maju sebagai capres-cawapres dengan syarat pernah atau sedang menduduki jabatan publik yang dipilih melalui pemilu.
Gibran yang belum berusia 40 tahun dan sedang menduduki jabatan publik sebagai Wali Kota Solo pun memenuhi syarat untuk diajukan sebagai cawapres.
Isu mengenai dinasti politik dan konflik kepentingan kemudian menguat karena Ketua MK, Anwar Usman, merupakan paman dari Gibran atau adik ipar Jokowi.
Setelah gugatan tersebut diputuskan oleh MK, Koalisi Indonesia Maju (KIM) akhirnya benar-benar menunjuk putra sulung Presiden Jokowi itu maju sebagai cawapres.
Pasca-putusan tersebut, resistensi kemudian bergulir. Anwar Usman dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan nepotisme.
Laporan tersebut dilayangkan oleh Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Persatuan Advokat Nusantara, Senin (23/10/2023).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.