Rapat Paripurna DPR, Masinton Sebut Konstitusi Diinjak-injak Akibat Putusan MK
Masinton mengungkit bahwa konstitusi mengalami sebuah tragedi setelah putusan MK terkait batas usia capres dan cawapres di bawah 40 tahun
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu berbicara keras mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan syarat batas usia capres dan cawapres.
Masinton Pasaribu mengatakan konsitusi sedang diinjak-injak.
Masinton awalnya interupsi saat rapat paripurna yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (31/10/2023) pagi. Saat itu, Masinton mengajukan hak angket kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: 12 Tahun Jadi Hakim MK, Arief Hidayat Sangat Sedih dan Ngeri Dengar Istilah Mahkamah Keluarga
Mulanya Masinton berbicara bahwasanya lembaga legislator merupakan ruang menyuarakan konstitusi. Menurutnya, konstitusi merupakan roh dari sebuah bangsa.
"Kita ada di ruangan ini untuk menyuarakan konstitusi. Mereka yang punya kewenangan dan jabatan diatur konstitusi dan perundang-undangan. Dan bagi kita tentu kota semua memahami bahwa konstitusi bukan sekadar hukum dasar, konstitusi adalah roh dan jiwa semangat sebuah bangsa," kata Masinton.
Politikus PDIP ini pun mengungkit bahwa konstitusi mengalami sebuah tragedi setelah putusan MK terkait batas usia capres dan cawapres di bawah 40 tahun. Baginya, putusan itu merupakan tirani konstitusi.
"Tapi apa hari ini yang terjadi? Ini kita mengalami satu tragedi konstitusi pasca terbitnya putusan MK 16 Oktober lalu. Ya, itu adalah tirani konstitusi," katanya.
"Tentu bagi kita semua, bapak ibu kita yang hadir di sini, sebagai roh dan jiwa bangsa kita, konstitusi harus tegak, dia tidak boleh dipermainkan atas nama pragmatis politik sempit tersebut," lanjutnya.
Masinton mengklaim protesnya tersebut bukanlah atas nama partai politik. Sebaliknya, protesnya itu juga bukanlah atas kepentingan salah satu capres maupun cawapres di Pilpres 2024.
Baca juga: Komisi II DPR Sepakati Revisi PKPU Menyusul Putusan MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres
"Saya tidak bicara tentang calon presiden saudara Anies dan saudara Muhaimin Iskandar, saya tidak Bicara tentang pak Ganjar dan Prof Mahfud, saya juga tidak bicara tentang Pak Prabowo beserta pasangannya. Tapi saya bicara tentang bagaimana kita bicara tentang bagaimana kita menjaga mandat konstitusi, menjaga mandat reformasi dan demokrasi ini," jelasnya.
Lebih lanjut, Masinton menambahkan konstitusi negara dalam ancaman serius atas putusan MK tersebut. Padahal, reformasi 1998 memandatkan bagaimana konstitusi harus diamandemen.
Baca juga: Komisi II DPR Sepakati Revisi PKPU Menyusul Putusan MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres
"Masa jabatan presiden harus dibatasi, bagaimana kita mengeluarkan tap MPR nomor 11 tahun 98 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN, korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan kemudian berbagai produk undang-undang turunannya," katanya.
Ia pun menuturkan bahwa putusan MK bukan lagi putusan yang berlandaskan kepentingan konstitusi. Dia bilang, putusan MK lebih kepada putusan kaum tirani.
"Putusan MK bukan lagi berdasar dan berlandas atas kepentingan konstitusi, putusan MK itu lebih pada putusan kaum tirani saudara-saudara. Maka kita harus mengajak secara sadar dan kita harus sadarkan bahwa konstitusi kita sedang diinjak-injak," jelasnya.
Oleh sebab itu, Masinton pun mengajukan hak konstitusional untuk mengajukan hak angket kepada MK.
Baca juga: Bekas Hakim Konstitusi Khawatir MK Kehilangan Kepercayaan Publik
"Kita harus menggunakan hak konstitusional yang dimiliki oleh lembaga DPR, saya Masinton Pasaribu anggota DPR RI dari daerah pemilihan Jakarta menggunakan hak konstitusi saya untuk melakukan hak angket lembaga mahkamah konstitusi," pungkasnya.
MK Saat Ini Berikan Ketidakpastian dalam Proses Demokrasi
Masinton Pasaribu menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini berikan ketidakpastian dalam proses demokrasi.
Adapun hal itu terkait putusan MK mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut berarti kepala daerah berusia 40 tahun atau pernah dan sedang menjadi kepala daerah, meski belum berusia 40 tahun, dapat maju menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Baca juga: Sekjen PKS Minta Masyarakat Percayai MKMK Tangani Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Konstitusi
Atas putusan tersebut Wali Kota Solo sekaligus putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka (36) belum lama ini diumumkan menjadi bakal calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
"Kita bisa bayangkan ini seluruh muara dari sengketa Pemilu itu akan ke Mahkamah Konstitusi. Kalau dengan model seperti ini hakim-hakimnya dipertanyakan orang," kata Masinton pada diskusi Total Politik bertajuk Usai Pendaftaran Capres-cawapres, Seperti Apa Peta Pertarungan di Jakarta Selatan, dikutip Senin (30/10/2023).
Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud Minta Ketua MK Anwar Usman Disanksi Berat Bila Terbukti Langgar Etik
Masinton melanjutkan MK diplesetkan jadi Mahkamah Keluarga. Ketika jadi sengketa Pilpres, Pileg, antar partai politik. Dengan MK yang legitimasinya dipertanyakan oleh publik hari ini dan tidak dipercayai.
"Apa jadinya, ini akan memberikan satu ketidakpastian dalam proses demokrasi kita," tegasnya.
Kemudian dikatakan Masinton putusan MK terkait gugatan usia capres-cawapres sangat kacau. Maka dari itu ia imbau untuk mengawal Pemilu 2024 dari potensi-potensi kecurangan dari instrumen kekuasaan.
"Jadi akan diputuskan oleh MK ini udah kacau sekacau-kacaunya. Jadi kita harus kembalikan dan kita kawal ini pemilu dari potensi potensi-potensi kecurangan yang menggunakan tangan-tangan maupun instrumen kekuasaan," tegasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.