Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Periksa Tiga Hakim Konstitusi, Ketua MKMK Temukan Banyak Permasalahan

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan dalam proses pemeriksaan itu para hakim konstitusi mencurahkan banyak permasalahan.

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Periksa Tiga Hakim Konstitusi, Ketua MKMK Temukan Banyak Permasalahan
Tribunnews.com/ Ibriza Fasti Ifhami
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023). 

"Kami melihat di sini ada hubungan kekeluargaan antara ketua majelis (perkara) nomor 90 kepada presiden. Presiden adalah pihak yang diminta keterangan, juga kepada Gibran yang disebutkan di dalam putusan tersebut," ujarnya.

Baca juga: Hakim MK Suhartoyo Diperiksa MKMK Kurang Dari Satu Jam, Mengaku Hanya Dikonfirmasi Soal Laporan Etik

Dukung Hak Angket

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) merespons positif soal usulan Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu terkait hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mendorong hak angket digunakan DPR terhadap MK.

Hal itu, katanya, agar DPR menjalankan fungsi pengawasannya.

"Hak angket, ya baik itu saya kira, supaya DPR itu juga berfungsi menjalankan fungsi pengawasannya, hak-hak DPR itu banyak yang enggak dipakai, hak angket, hak bertanya, itu bagus. Itu saya dukung saja," ucap Jimly, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu.

Saat ditanya soal mekanisme hak angket, mantan hakim konstitusi itu mengatakan, agar hal tersebut ditanyakan langsung ke DPR.

Sebab, soal mekanisme itu telah tercantum di dalam tata tertib angket DPR.

Berita Rekomendasi

"Ya tanya di DPR kan ada di dalam tata tertib angket itu kan penyelidikan, ada hak bertanya, ada interplasi. Itu pertanyaan kelembagaan, hak bertanya individu anggota. Interpelasi itu pertanyaan institusi, kalau angket itu sudah lebih maju lagi penyeldikan," jelasnya.

Lebih lanjut, menurutnya, laporan dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi ini merupakan masalah serius.

Sehingga, DPR harus menggunakan fungsinya untuk mengawasi institusi peradilan konstitusional itu. Yakni melalui hak angket.

"DPR itu harus menggunakan funsginya untuk mengawasi, dengan menggunakan semua hak yang dia punya termasuk hak angket. Bagus-bagus aja karena ini maslaah serius," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, Anggota DPR RI fraksi PDIP, Masinton Pasaribu menggalang dukungan dari fraksi lain di DPR untuk mengusulkan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK).


Sebab, syarat hak angket diusulkan paling sedikit oleh 25 orang anggota DPR dan lebih dari 1 fraksi.

"Pokoknya besok (hari ini) saya coba lagi kontak lagi ke teman-teman ya lintas fraksi lah," kata Masinton di kompleks parlemen, Senayan, Selasa.

Masinton berharap fraksi-fraksi lain di DPR mendukung usulan hak angket terhadap lembaga penegak konstitusi itu.

"Kita harapkan beberapa teman-teman ya, mendukung usulan ini. Karena kita punya semangat yang sama untuk menegakkan konstitusi dan Undang-undang ini secara baik dan benar," ujarnya.

Menurutnya, semua lembaga negara yang melaksanakan undang-undang bisa menjadi objek angket.

"Iya kan. Kita kan tidak masuk kepada kewenangan yudisial-nya, gitu lho," ungkap Masinton.

Adapun usulan Masinton disampaikan dalam rapat paripurna yang digelar di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/10) kemarin.

Masinton menilai terjadi tragedi konstitusi setelah putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres dan cawapres.

"Tapi apa hari ini yang terjadi? Ini kita mengalami satu tragedi konstitusi pasca terbitnya putusan MK 16 Oktober lalu. Ya, itu adalah tirani konstitusi," kata Masinton.

Dia menegaskan konstitusi harus berdiri tegak, tidak boleh dipermainkan atas nama pragmatis politik sempit.

Masinton menjelaskan dirinya bersuara bukan atas kepentingan pasangan capres dan cawapres 2024.

"Tapi saya bicara tentang bagaimana kita bicara tentang bagaimana kita menjaga mandat konstitusi, menjaga mandat reformasi dan demokrasi ini," ucapnya.

Dia menambahkan putusan MK tersebut tidak berdasarkan kepentingan konstitusi, namun dianggap putusan kaum tirani.

"Putusan MK bukan lagi berdasar dan berlandas atas kepentingan konstitusi, putusan MK itu lebih pada putusan kaum tirani saudara-saudara. Maka kita harus mengajak secara sadar dan kita harus sadarkan bahwa konstitusi kita sedang diinjak-injak," jelas Masinton. (Tribun Network/Yuda).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas