Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Imparsial: Keputusan MKMK Membuat Pencalonan Gibran Cacat Hukum dan Etika

Ghufron Mabruri, Direktur Imparsial, menilai keputusan MKMK tanda putusan MK Perkara No. 90 mengalami cacat hukum secara prosedural dan substansial.

Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Imparsial: Keputusan MKMK Membuat Pencalonan Gibran Cacat Hukum dan Etika
(Ist/Kompas.com/Vitori Mantalean)
Bakal calon wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Ketua Makhkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman. Ghufron Mabruri, Direktur Imparsial, menilai keputusan MKMK tanda putusan MK Perkara No. 90 mengalami cacat hukum secara prosedural dan substansial. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anwar Usman dinyatakan melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik hakim konstitusi dalam uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Atas pelanggaran itu, Anwar diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Putusan ini diketuk oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam sidang pembacaan putusan etik, Selasa (7/11/2023).

“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Ghufron Mabruri, Direktur Imparsial, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menilai keputusan MKMK menjadi tanda bahwa keputusan atas gugatan Perkara No. 90 mengalami cacat hukum secara prosedural dan substansial.

Menurutnya, keputusan MKMK itu menegaskan bahwa benar kolusi dan nepotisme sangat kental terjadi dalam Perkara Keputusan MK No. 90.

"Dengan demikian, maju-nya Gibran sebagai Calon Wakil Presiden cacat secara hukum dan cacat secara etika. Keputusan MKMK sepatutnya tidak hanya Memberhentikan Anwar Usman jadi Ketua MK tapi juga memberhentikan dia jadi Hakim MK," katanya.

BERITA TERKAIT

"Kami menilai relasi kuasa antara rezim penguasa, Mahkamah Konstitusi, dan Gibran adalah bentuk relasi nepotisme yang dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk kecurangan dalam proses Pemilu."

Majunya Gibran sebagai cawapres, menurutnya, tidak memiliki legitimasi hukum yang kuat, dan dapat dipermasalahkan di masa yang akan datang.

Putusan MKMK semakin membenarkan terjadinya ketidakadilan di masyarakat serta menunjukan rusaknya sistem hukum di Indonesia.

Baca juga: Profil Anwar Usman, Sempat Didesak Mundur dari MK Setelah Nikahi Adik Jokowi

"Kami memandang keputusan MKMK adalah semakin membenarkan kemunduran demokrasi terjadi di Indonesia. Kerusakan demokrasi yang dilakukan tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja," tandasnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas