Komentari Putusan MKMK, Petrus Salestinus dkk: Masih Ada Aroma Kompromi, Intervensi Kekuasaan
Advokat Perekat Nusantara dan TPDI bersuara menyikapi amar putusan MKMK yang dibacakan pada Selasa (7/11/2023) kemarin.
Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Advokat Perekat Nusantara dan TPDI bersuara menyikapi amar putusan MKMK yang dibacakan pada Selasa (7/11/2023) kemarin.
Selaku satu di antara Pelapor, mereka menyatakan sangat kecewa, karena 5 butir amar putusan MKMK di atas, sangat tidak menyentuh esensi persoalan dan sama sekali tidak menjawab ekspektasi publik, bahkan rasa keadilan publik dipandang dari aspek Yuridis, Filosofis, Etik dan Moral.
Alasannya karena MKMK tegas menyatakan Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat, akan tetapi MKMK tidak berani menjatuhkan sanksi berupa "pemberhentian dengan tidak hormat" sesuai ketentuan pasal 47 Peraturan MK No.1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
"Di sinilah nampak aroma kompromi, aroma intervensi kekuasaan untuk menyelamatkan muka Hakim Terlapor. Padahal, MKMK seharusnya mengedepankan upaya menyelamatkan muka MK, menyelamatkan marwah dan keluhuran martabat MK ketimbang muka Hakim Terlapor yang sudah terbukti melakukan pelanggaran berat," ujar Koordinator Perekat Nusantara dan TPDI, Petrus Salestinus dalam keterangannya,Rabu (8/11/2023).
Dengan amar putusan seperti itu, menutur Petrus Salestinus sebetulnya Jimly Asshiddiqie dan MKMK gagal mengembalikan marwah dan kehormatan serta kemerdekaan MK yang dijamin UUD 1945 dari cawe-cawe tangan kekuasaan dengan menggunakan jalur keluarga.
"Ibarat dokter bedah mengoperasi cancer tetapi masih menyisahkan virus ganas dalam tubuh pasiennya, sehingga masih mengancam MK ke depan, " katanya.
Dengan tetap mempertahankan Hakim Terlapor dalam jabatan Hakim Konstitusi dengan sedikit menghilangkan kekuasaan dan wewenangnya sebagai Ketua MK dengan pembatasan tidak ikut sidang perkara tertentu dan tidak ikut dicalonkan atau mencalonkan diri sebagai pimpinan MK, namun demikian Hakim Terlapor masih menjadi ancaman disharmonisasi dalam tubuh MK, sehingga Hakim Terlapor dikhawatirkan akan menjalankan peran-peran non yustisial secara lebih leluasa tanpa beban dll dan ini tentu jadi ancaman serius atau bom waktu bagi MK ke depan.
Baca juga: Profil Anwar Usman, Sempat Didesak Mundur dari MK Setelah Nikahi Adik Jokowi
Selain itu Hakim Terlapor juga dalam Peraturan MK No.1 Tahun 2023, telah menutup jalan bagi Terlapor/Pelapor untuk banding, sementara peraturan Banding yang seharusnya dibuat oleh Hakim Terlapor selaku Ketua MK selama ini diabaikan, padahal itu menjadi tugas dan kewajiban seorang Ketua MK.
"Advokat Perekat Nusantara dan TPDI akan melaporkan Hakim Terlapor ke Ombudsman RI terkait kesalaham dalam tata kelola pelayanan administrasi publik di MK terutama menutup pintu bagi kontrol publik terhadap MK selama ini," tegas Petrus Salestinus.
Satu hal penting dan positif dalam putusan MKMK ini adalah telah mendeligitimasi pencalonan sebagai Bacapres Gibran Rakabuming Raka, dimana putusan MKMK yang memberhentikan Hakim Terlapor dari Jabatan Ketua MK terkait pelanggaran Kode Etik dalam penanganan perkara No.90/PUU-XXI/2023, akibat konflik kepentingan karena hubungan keluarga dari sudut pandang Etika dan Hukum, hal itu harus dinyatakan bahwa pencalonan Gibran sebagai Bacawapres tidak dan akan menuai gugatan secara beranak pinak dari Sabang sampai Maroke.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.