Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Guru Besar IPB: Drama Korea Sebenarnya Terjadi di Mahkamah Konstitusi

Mereka berdiskusi dengan tema Menyelamatkan Demokrasi dari Cengkeraman Oligarki dan Dinasti Politik di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (14/11/2023).

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Guru Besar IPB: Drama Korea Sebenarnya Terjadi di Mahkamah Konstitusi
Tribunnews.com/Fransiskus A
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Prof. Rokhmin Dahuri saat diskusi dengan tema 'Menyelamatkan Demokrasi dari Cengkeraman Oligarki dan Dinasti Politik' di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (14/11/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Prof. Rokhmin Dahuri mengaku sangat khawatir terhadap kondisi kehidupan berbangsa dalam dua bulan belakangan.

Sehingga, dirinta mengundang para tokoh untuk berdiskusi. Diantaranya, Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Zainal Arifin Mochtar, Franz Magnis Suseno, Prof. Ikrar Nusabakti, Usman Hamid, Bivitri Susanto dan Rafly Harun.

Mereka berdiskusi dengan tema Menyelamatkan Demokrasi dari Cengkeraman Oligarki dan Dinasti Politik di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (14/11/2023).

Rokhmin mengaku sangat khawatir terhadap kondisi kehidupan berbangsa dalam dua bulan belakangan, sehingga pria bergelar profesor itu mengundang para tokoh untuk berdiskusi.

"Jujur saya mengundang bukan atas lembaga apa pun, tetapi atas nama pribadi rakyat Indonesia yang sangat concern dan sangat memperhatikan dan mengkhawatirkan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam dua bulan terakhir ini," kata Rokhmin.

Rokhmin mengatakan para tokoh dan akademisi yang hadir pas diskusi punya tujuan sama, yakni mewujudkan Indonesia menjadi negara maju, adil, dan berdaulat.

Berita Rekomendasi

Dia mengatakan, majunya sebuah bangsa dan negara bisa tercapai apabila kehidupan berdemokrasi tidak dicederai.

Hanya saja, kata Rokhmin, demokrasi di Indonesia yang baru tahap prosedural, makin terlihat turun setelah muncul sebuah putusan dengan nuansa drama dari Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kami sepakat, syarat kemajuan sebuah bangsa adalah pada terlaksananya sistem dan kehidupan berdemokrasi. Kalau setahun terakhir ini kita mencermati, bahwa demokrasi sejak reformasi ini baru tahap prosedural, belum substansi, sekarang lebih parah lagi, terutama dengan drama korea yang terjadi di MK. Kita tahu semua bahwa itu adalah pemaksaan kehendak," paparnya.

Rokhmin mengaku terkesan dengan langkah para tokoh demi mewujudkan demokrasi di Indonesia ke arah positif setelah muncul putusan bernuansa drama dari MK.

Semisal, katanya, Zainal hingga Romo Magnis yang membuat tulisan di media massa nasional yang mengkritisi putusan MK.

Dia bahkan mengaku ikut mengikuti pernyataan budayawan Goenawan Mohamad dalam sebuah wawancara eksklusif di Kompas TV.

Dari hasil wawancara itu, Rokhmin menganggap penyematan BEM UI pada 2022 lalu kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) soal king of lipservice memang benar adanya.

"Romo Magnis menyebut demokrasi dibajak oleh oligarki, oleh dinasti politik, oleh korupsi. Kita berkumpul dalam rangka mencegah kebangkrutan negara ini. Saya kira, saya tadinya agak was-was, tapi setelah mendengarkan hampir 30 menit wawancara eksklusif Rosiana Silalahi dengan pak Goenawan Mohamad, saya menjadi yakin betul bahwa kawan kita ini benar-benar seperti disematkan BEM UI tahun lalu, bahwa he is king of lipservice atau king of big liar," katanya.

Lebih lanjut, kata Rokhmin, Jokowi pada akhirnya hanya mengungkap janji manis kepada para bakal capres ketika kepala negara akan berlaku netral pada Pilpres 2024 RI.

"Sekarang kita tahu, baliho capres tertentu diturunkan. Jadi, janji manis waktu mengumpulkan tiga capres, ya, kan, di Istana Negara bahwa dia akan berlaku netral, pada pelaksanaannya, malam hari sudah dia ingkari dengan Wamendes mengumpulkan apa namanya gerakan politik. Jadi, saya kira negara ini terlalu mahal, rakyat kita terlalu kasihan untuk jatuh miskin kalau dipimpin pembohong," katanya.

Rokhmin mengatakan pekerjaan rumah kepala negara di sektor ekonomi dan teknologi masih banyak ketimbang mengurusi perpolitikan.

Semisal, pendapatan perkapita Indonesia yang tak sebanding dengan jumlah penduduk dan kekayaan alam melimpah di Tanah Air.

"Secara ekonomi, sebanarnya enggak baik-baik amat karena kalau secara korelatif, kan, harusnya ekonomi kita terbaik keempat kalau penduduk kita terbesar keempat, resource kaya, tetapi lihat di sini, kita hanya di rangking 16 hanya USD 1,3 Triliun. Jadi, kalau USD 1,3 Triliun, dibagi 278 juta penduduk, kita ketemunya pendapatan perkapita USD 4.580. Itu Indonesia hanya berkategori sebagai negara berpendapatan menengah atas, tetapi di jajaran bawah, karena pendapatan menengah ke atas itu dari USD 4.466 sampai USD 15 ribu. Kita baru 4.580. Jadi, menengah atas di posisi bawah. Kalau kita mau klaim sebagai negara maju makmur, pendapatan per kapita itu harus USD 13.845. Jadi, dalam bahwa Aceh-nya, masih jauh panggang dari api," papar Rokhmin.

Rokhmin kemudian menyoroti pekerjaan rumah dari sisi perkembangan teknologi yang membuat Indonesia hanya dipandang sebagai negara kelas tiga.

"Teknologi kita pun masih kelas tiga. Artinya suatu bangsa kebutuhan teknologi lebih dari 70 persen impor. Kalau negara maju atau teknologi inovator country, itu lebih dari 70 persen teknologi diproduksi negara sendiri," katanya.

Termasuk, soal angka pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak sesuai target yang seharusnya mencapai setidaknya 7 persen.

Selain itu, kata Rokhmin, jurang kesenjangan di Indonesia begitu lebar antara si kaya dan miskin dan membuat negara menjadi terburuk ketiga.

"Ini kesenjangan Indonesia dalam kaya dan miskin terburuk ketiga di dunia. Di mana satu persen orang terkayanya menguasai 46 persen kekayaan negara. Dan ini yang brutal bahwa kekayaan empat orang itu sama dengan 46 persen penduduk, kemudian 0,2 persen penduduk Indonesia yang terkaya itu menguasai 66 persen dari total luas lahan di Indonesia," jelas dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas