Soroti Isu Politik Dinasti, Mahasiswa Ajak Semua Pihak Kritis Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi
Ketua BEM Unusia Aldi Hidayat mengatakan, kencangnya isu dinasti politik menjadi gangguan tersendiri terhadap jalannya demokrasi Indonesia.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hasanudin Aco
![Soroti Isu Politik Dinasti, Mahasiswa Ajak Semua Pihak Kritis Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/demo-mahasiswa-tolak-putusan-mk_20231020_195224.jpg)
Sehingga, pasal 169 huruf q UU Pemilu selengkapnya berbunyi, “Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi”
“(Dukungan terhadap permohonan Brahma) Sebagai bentuk perlawanan atas putusan 90 yang kita lihat itu sebagai awal dari politik dinasti,” ujarnya.
Polemik Gibran dan Politik Dinasti
Nama Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka akhirnya menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Hal ini menjadi polemik lantaran adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden.
MK lewat putusannya seakan memberi karpet merah kepada Gibran yang tadinya belum cukup umur untuk dijadikan sebagai cawapres.
Seperti diberitakan, pada 16 Oktober 2923 MK "mengizinkan: kepala daerah maju di pemilihan presiden meski belum berusia 40 tahun.
Putusan itu menuai pro dan kontra, bahkan tak sepi dari kritik karena dinilai lembaga ini melampaui kewenangannya.
Sejumlah pihak menyebutkan, putusan MK ini semestinya menjadi wilayah pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR.
Selain dinilai melampaui kewenangannya, MK juga dianggap tidak konsisten dengan putusannya tersebut.
Putusan MK yang dinilai banyak kalangan lahir dari kepentingan politik, bukan semata-mata pertimbangan hukum.
Publik juga menilai putusan MK ini juga tidak bisa dilepaskan dari isu bahwa upaya uji materi tersebut memang diperuntukkan guna memberi jalan politik bagi Gibran, putra sulung Presiden Joko Widodo, untuk berlaga di pemilihan presiden.
Anwar Usman, Ketua Mahkamah Konstitusi ketika itu, yang juga merupakan Paman Gibran akhirnya dicopot lewat keputusan MKMK.
"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan putusannya.
"Sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," sambungnya.
Putusan itu dibacakan dalam sidang yang digelar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (7/11). Sidang ini dipimpin oleh majelis yang terdiri atas Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie serta anggota Bintan R Saragih dan Wahiduddin Adams.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.