Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penolakan Politik Dinasti Terus Bergulir, Mahasiswa Nilai Keputusan MK Sarat Kepentingan Elite

Menurut Ardianto, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.90/PUU-XXI Tahun 2023 terkait batas usia calon Presiden dan Wakil Presiden penuh dengan...

Penulis: Erik S
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Penolakan Politik Dinasti Terus Bergulir, Mahasiswa Nilai Keputusan MK Sarat Kepentingan Elite
TRIBUNNEWS/
Ribuan mahasiswa menggelar mimbar demokrasi melawan Politik Dinasti di halaman Universitas Sulawesi Tenggara, Kendari, Selasa (5/12/2023). Mimbar Demokrasi yang di hadiri oleh tokoh masyarakat, dosen, budayawan, seniman dan mahasiswa ini digelar dalam melawan Politik Dinasti serta menolak Pelanggaran HAM. TRIBUNNEWS/HO 

Almas merupakan anak dari advokat sekaligus Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.

Dalam putusannya, MK menyatakan mengabulkan sebagian gugatan.

“Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Anwar saat membacakan amar putusan pada 16 Oktober 2023 lalu.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Anwar Usman
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Anwar Usman (Kolase Tribunnews.com)

Dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.

Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).

Baca juga: KPK Putus Akses Firli Bahuri Setelah Jokowi Terbitkan Keppres Pemberhentian Sementara

Alhasil, putusan MK memicu perdebatan. Sejumlah pakar hukum tata negara menilai seharusnya yang berwenang mengubah bunyi dari sebuah Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah, bukan MK, karena menganut prinsip kebijakan hukum terbuka (open legal policy).

Berita Rekomendasi

Sejumlah pihak lantas melaporkan dugaan pelanggaran kode etik Anwar ke MK. Pihak-pihak yang mengajukan gugatan adalah praktisi hukum Denny Indrayana serta akademisi pakar tata negara Zainal Arifin Mochtar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas