Debat Singgung Kasus Kanjuruhan dan KM 50, KontraS Anggap Capres Tak Berani Reformasi Total Polri
KontraS menilai capres tidak berani untuk melakukan reformasi total Polri berkaca dari Tragedi Kanjuruhan dan kasus KM 50.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti debat capres saat membahas soal Tragedi Kanjuruhan dan tewasnya enam Laskar Front Pembela Islam (FPI) yang terjadi di Tol Cikampek KM 50 pada 2020 lalu.
Adapun kasus ini muncul saat sesi tanya jawab antara capres nomor urut 1, Anies Baswedan dan capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo dalam debat perdana yang digelar di Kantor KPU, Selasa (12/12/2023).
Adapun Anies yang menanyakan kepada Ganjar terkait Tragedi Kanjuruhan dan KM 50 di mana dirinya menyebut belum adanya rasa keadilan dalam pengusutan kasus tersebut.
Peneliti KontraS, Dimas Bagus Arya menilai jawaban Ganjar masih normatif dan tidak menjawab secara komprehensif.
"Jawaban dari Ganjar Pranowo pun terkesan normatif dan gagal menjawab secara komprehensif guna memberikan keadilan bagi korban serta keluarga korban," kata Dimas dalam keterangan tertulis, Rabu (13/12/2023).
Kendati demikian, Dimas mengapresiasi cara Anies unutk menuntaskan kedua kasus tersebut yaitu proses hukum yang berkeadilan, pengungkapan seluruh fakta sehingga menjadi pengetahuan umum, sampai keterlibatan negara untuk menjamin peristiwa serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari.
Baca juga: Sederet Kritik PDIP untuk Prabowo usai Debat Capres, Pelanggaran HAM hingga Konflik Papua Diungkit
Meski begitu, Dimas mengungkapkan bahwa seluruh capres yaitu Anies, Prabowo, dan Ganjar tidak menjelaskan terkait permasalahan utama sehingga Tragedi Kanjuruhan dan kasus KM 50 terjadi yaitu terkait kultur kekerasan di institusi Polri.
Dia menganggap kini Korps Bhayangkara masih terjebak dalam tindakan eksesif sehingga memakan korban di tengah masyarakat.
"Selain itu, berbagai upaya penyelesaiannya pun jauh dari akuntabilitas, para pelaku dihukum ringan, bahkan tak jarang banyak yang bebas dari hukuman," kata Dimas.
Dimas menilai seharusnya ketiga capres berani untuk menyatakan agar ada reformasi total di tubuh Polri berkaca dari dua peristiwa tersebut.
"Seharusnya ketiga capres dapat menunjukkan keberaniannya untuk melakukan reformasi total terhadap institusi kepolisian, baik secara struktural, kultural, dan instrumental, lebih konkret misalnya lewat pengetatan pengawasan," ujarnya.
Ganjar Ingin Ada UU KKR, Anies Sodorkan 4 Cara
Ganjar mengatakan, terkait penuntasan Tragedi Kanjuruhan dan kasus KM 50, dia berjanji akan menghadirkan kembali Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (UU KKR).
Pernyataan itu berawal dari pertanyaan Anies kepada Ganjar di mana penyelesaian Tragedi Kanjuruhan dan kasus KM 50 dinilai belum memenuhi rasa keadilan.
"Ada dua peristiwa yang menarik perhatian dan perlu kita bahas di sini. Peristiwa Kanjuruhan dan Peristiwa Kilometer 50, di situ proses hukum sudah dijalankan, tetapi rasa keadilan masih belum muncul," kata Anies.
"Pada saat ini, kita menyaksikan masih banyak pertanyaan bahkan keluarga-keluarga korban masih mempertanyakan."
"Karena itu, saya ingin bertanya kepada pak Ganjar. Saya posisinya adalah ini harus dituntaskan, ini harus bisa menghadirkan rasa keadilan, bukan saja soal legalnya yang sudah diselesaikan, saya ingin tanya posisi Pak Ganjar di dalam dua peristiwa ini, terima kasih," pungkas Anies.
Baca juga: Pakar Politik soal Penampilan 3 Capres Saat Debat: Anies dan Ganjar Keren, Prabowo Terlalu Ekspresif
Menanggapi pertanyaan tersebut, Ganjar mengatakan dua kasus tersebut harus dituntaskan dengan berpihak kepada korban.
"(Tragedi -red) Kanjuruhan, kita bisa bertemu dengan pencari fakta. Kita bisa melindungi korban. Kita bisa membereskan urusan mereka dari sisi keadilan korban, termasuk di Kilometer 50," jawab Ganjar.
"Ketika kita bisa bereskan semuanya, maka kita akan naik dalam satu tahap. Apakah kemudian proses legal dan kemudian mencari keputusan yang adil bisa dilakukan? Jawaban saya: bisa," sambungnya.
Ia mendorong agar pemerintah berani menuntaskan dan mengajak masyarakat untuk tidak berlarut-larut dalam persoalan ketidakadilan pada masa lalu.
"Jadi dalam pemerintahan ini mesti berani untuk tidak lagi menyandera persoalan-persoalan masa lalu sehingga berlarut-larut, sehingga apa yang terjadi, ketika muncul terus-menerus akan menjadi sensi. Sensi terus karena tidak pernah ada keputusan," ucap Ganjar.
"Maka cara-cara ini harus dihentikan dan kita mesti berani tegas, kadang-kadang kita harus berpikir dalam situasi yang lebih besar," ujarnya.
Ganjar lantas mengajak agar UU KKR, yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006, diciptakan atau dihadirkan kembali di Indonesia.
"Mari kita ciptakan kembali UU KKR, mari kita hadirkan kembali UU KKR, agar seluruh persoalan pelanggaran HAM itu bisa kita bereskan dengan cara itu," tegasnya.
"Sehingga bangsa ini akan maju dan tidak lagi kemudian berpikir mundur karena persoalan-persoalan seperti itu yang perlu dituntaskan," sambung Ganjar Pranowo.
Ia pun menekankan bahwa dirinya akan menuntaskan persoalan itu apabila terpilih menjadi Presiden di Pilpres 2024 mendatang.
Anies lantas menilai bahwa jawaban Ganjar kurang komprehensif.
Baca juga: Ganjar Cecar Prabowo Soal Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Jika Jadi Presiden
Menurutnya, "Jawabannya kurang komprehensif, karena masalahnya lebih kompleks daripada itu Pak Ganjar," kata Anies.
Anies mengatakan ada empat hal yang harus dilakukan dalam menuntaskan dua kasus tersebut.
Pertama, proses hukum yang menghasilkan keadilan.
Kedua, ia mengatakan pemerintah perlu mengungkap seluruh fakta sehingga kebenaran menjadi pengetahuan umum.
Ketiga, sambung dia, harus ada kompensasi bagi korban.
Keempat, lanjut Anies, negara harus memberikan jaminan agar peristiwa serupa tidak berulang kembali.
Ia menegaskan, empat hal itu harus dikerjakan oleh pemerintah dalam menangani kasus pelanggaran HAM.
"Maka kita tidak bisa abu-abu seperti yang tadi disampaikan," kata Anies merujuk pada jawaban Ganjar.
Anies juga mengatakan bahwa pemerintah perlu melakukan investigasi ulang untuk menyelamatkan institusi penegak hukum.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Pilpres 2024