Pakar Menilai Caleg Terpilih Maju Pilkada Merusak Aspirasi Publik
Permohonan itu diajukan dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ahmad Alfaizy dan Nur Fauzi Ramadhan.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari menilai Calon Anggota Legislatif (Caleg) terpilih maju Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merusak aspirasi publik.
Mulanya Feri menyebutkan permohonan gugatan di MK terkait Pasal 7 Ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Menunjukkan kesadaran demokrasi.
"Permohonan ini menunjukkan kesadaran soal demokrasi. Sebab proses pencalonan di pemilu legislatif itu berkonsekuensi dengan nilai suara pemilih," kata Feri dihubungi Rabu (27/12/2023).
Ia melanjutkan rakyat sudah memilih dan caleg terpilih kemudian malah meninggalkan jabatannya.
"Jadi itu menurut saya merusak aspirasi publik yang tepat. Seharusnya demokrasi melindungi hak esensial dari para pemilih. Jadi jangan sampai demokrasi hanya upaya atau sekedar jalan untuk memenuhi selera kekuasaan orang-orang partai politik," sambungnya.
Baca juga: Peneliti Nilai Caleg Terpilih yang Maju Pilkada Harus Mengundurkan Diri Terlebih Dahulu
Peneliti senior dan mantan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas ini menyebutkan caleg dipilih rakyat untuk jadi perwakilan di parlemen.
"Aneh kemudian jika mereka maju di pemilihan kepala daerah tanpa melalui proses pengunduran diri. Jadi menurut saya itu tanda tanya besar mereka maunya apa," sambungnya.
Kemudian Feri menyinggung jika sekiranya nanti setelah Pileg 2024 ada caleg terpilih maju sebagai peserta Pilkada.
"Apakah sekedar untuk mencari kesempatan untuk mencari kekuasaan yang lebih dan mengabaikan suara publik," tanyanya.
Menurutnya meski caleg terpilih mengundurkan diri merugikan bagi rakyat yang sudah memilih
"Jadi mereka itu mengabaikan nilai-nilai. Apalagi kalau mereka tidak mengundurkan diri itu seolah-olah hanya berjudi dengan situasi politik dan memperoleh keuntungan lebih dan mengabaikan nilai-nilai di masyarakat," jelasnya.
Ia menegaskan harusnya setelah terpilih menjadi anggota legislatif tidak ada keinginan untuk menjadi eksekutif lagi.
"Kalau mereka tetap menginginkan yang harus mundur jadi fokusnya jelas," tegasnya.
Diberitakan Kompas.id, Mahkamah Konstitusi diminta memberi rambu-rambu pembatas bagi calon anggota legislatif terpilih dalam Pemilu 2024 yang ingin mencalonkan di pemilihan kepala daerah pada tahun yang sama.
MK diminta mengatur apabila caleg terpilih akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah, mereka harus melampirkan surat pernyataan pengunduran diri.
MK diminta menyatakan Pasal 7 Ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada inkonstitusional. Selanjutnya, MK diminta mengubah pasal itu jadi "menyatakan secara tertulis pengunduran diri dari anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD, serta calon anggota DPR, DPD, dan DPRD terpilih berdasarkan rekapitulasi dari KPU sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan."
Permohonan itu diajukan dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ahmad Alfaizy dan Nur Fauzi Ramadhan.
Mereka mengajukan permohonan tanpa didampingi kuasa hukum. Hingga Senin (25/12/2023), permohonan mereka belum diregistrasi ke dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.