Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kebijakan Pertahanan Anies Disebut Paling 'Genit', Ubah MEF hingga Tambah Jenderal Perempuan Disorot

Membedah visi dan misi Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar jelang debat capres yang mengambil tema pertahanan, keamanan dan geopolitik, Minggu (7/1)

Editor: Wahyu Aji
zoom-in Kebijakan Pertahanan Anies Disebut Paling 'Genit', Ubah MEF hingga Tambah Jenderal Perempuan Disorot
Timnas AMIN
Pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN), berikut visi dan misi tentang pertahanan, keamanan dan geopolitik jelang debat Pilpres 2024. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tema pertahanan, keamanan, hubungan internasional dan geopolitik menjadi topik yang diperbincangan jelang debat capres yang digelar, Minggu (7/1/2024).

Masing-masing calon presiden peserta Pilpres 2024, sudah memaparkan visi dan misi mereka terkait tema yang akan diperbincangkan nanti.

Pasangan calon (paslon) nomor urut 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menempatkan pertahanan dan keamanan negara (hankam) dalam Misi 7 dari Misi 8 Jalan Perubahan yang diusung.

Dikutip dari dokumen 'Visi, Misi dan Program Kerja: Indonesia Adil Makmur untuk Semua', Anies-Muhaimin mengusung misi untuk 'Memperkuat Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara serta Meningkatkan Peran dan Kepemimpinan Indonesia dalam Kancah Politik Global untuk Mewujudkan Kepentingan Nasional dan Perdamaian Dunia'.

Anies-Muhaimin atau AMIN menitikberatkan peran TNI sebagai garda pertahanan negara.

Berikut visi-misi AMIN: 

  • Merumuskan strategi pertahanan Indonesia yang relevan dengan perkembangan situasi nasional dan internasional.
  • Menganalisis potensi dinamika dunia yang mempengaruhi strategi pertahanan Indonesia era pasca-2045 dan mempersiapkan kekuatan pertahanan Indonesia untuk menghadapinya secara adaptif dan dengan membangun kesigapan dan kompetensi.
  • Mendorong gelar kekuatan strategis dari Sabang sampai Merauke, didukung oleh Angkatan Darat yang fleksibel dan adaptif; Angkatan Laut yang menjadi blue water navy; serta Angkatan Udara yang terotomatisasi dan mampu meraih supremasi udara.
  • Mewujudkan profesionalitas TNI melalui peningkatan kesiapan dan latihan tempur segenap satuan TNI sesuai tugas dan fungsi masing-masing satuan, serta memastikan kesejahteraan prajurit dan keluarganya.
  • Mendorong ketersediaan alutsista kontemporer dan adaptif terhadap kapabilitas lawan melalui penuntasan program Minimum Essential Force, peningkatan dan pelaksanaan program Essential Force pasca-2024, dan pengadaan alutsista network-centric.
  • Meningkatkan inovasi, produksi, dan teknologi pertahanan melalui transfer teknologi, akuisisi alutsista berteknologi tinggi, serta memperkuat industri pertahanan dalam negeri.
  • Mengembangkan teknologi pertahanan antariksa bekerja sama dengan institusi nasional dan Kementerian/Lembaga terkait lainnya, melalui pengembangan satelit komunikasi, navigasi, pengindraan jarak jauh, serta intelijen pengamatan dan pengawasan.
  • Mendorong jumlah TNI perempuan untuk mengisi jabatan perwira tinggi dan menaikkan persentase minimal perempuan dalam setiap rekrutmen TNI.

Ganti program MEF jadi NEF

Juru bicara Tim Nasional (Timnas) Amin, Sukamta mengatakan, jika menang Pilpres 2024 Anies-Muhaimin bakal mengubah program Minimum Essential Force (MEF) menjadi New Essential Force (NEF).

"Hari ini kita masih punya MEF yang akan berakhir di tahun 2024. Pak Anies membuat konsep berikutnya, kita tidak lagi MEF, tapi kita pakai new essential force, bukan minimum essential force," kata Sukamta dalam program Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Rabu (3/1/2024).

BERITA REKOMENDASI

Adapun yang dimaksud MEF ialah kekuatan pokok minimum tetap dalam bidang pertahanan.

Program MEF sendiri akan berakhir pada 2024.

Baca juga: Ada 2 Panelis Debat Capres Asal Unhan, Ketua KPU: Kami Yakin Semua Punya Integritas Akademik

Sukamta menjelaskan, inti dari konsep NEF yang ditawarkan Anies ialah, ke depan pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) lebih berbasis pada fungsi dan adaptasi teknologi.

Menurutnya, pengadaan alutsista ke depan tidak melulu yang besar-besar, tetapi perlu melihat efektivitas, kecanggihan dan efisiensi alutsista itu sendiri. 

Tak hanya itu, yang tak kalah penting adalah pengadaan dilakukan tidak terlalu rumit.

"Itu mungkin akan menjadi prioritas," ujar Sukamta. Selain alutsista, Anies dan Muhaimin juga akan menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai beranda bersama dari semua negara yang berkepentingan.

Hal ini tak lepas karena faktor tak kunjung berakhirnya konflik antara China dan Taiwan, termasuk konflik Laut China Selatan.

Sukamta mengatakan, Asia Tenggara ke depan akan dijadikan Anies dan Muhaimin sebagai kawasan yang ramah, damai, dan pusat pertumbuhan ekonomi.

"Sehingga kita berharap ancaman dari ASEAN itu sudah tidak ada, karena ASEAN kita harapkan menjadi kawasan yang lebih damai, kebutuhan alutsista yang kita proyeksikan bisa kita tata dengan tidak lebih tergesa-gesa," imbuh dia.

Disorot pengamat

Pengamat militer dan pertahanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi membedah visi-misi Anies Baswedan khususnya dalam sektor pertahanan.

Fahmi mengatakan, secara umum visi-misi Anies, Prabowo, Ganjar untuk sektor pertahanan sudah bisa memotret persoalan dan tantangan.

Menurutnya, para kandidat melalui programnya menawarkan gagasan-gagasan agenda prioritas untuk menjawabnya.

"Kita hanya perlu menilai, mana yang paling baik, paling bermanfaat dan paling realistis untuk dijalankan," kata Fahmi kepada Tribunnews.com, Jumat (5/1/2024).

Fahmi menyebut, semua pasangan calon (paslon) berbicara mengenai desain postur dan sistem pertahanan yang akan dibangun.

"Mereka bicara soal modernisasi alutsista, pertahanan siber, soal profesionalisme dan kompetensi SDM, pengembangan teknologi dan industri pertahanan dalam negeri hingga soal kesejahteraan prajurit," ujarnya.

Sayangnya, kata dia, hampir semua paslon tampaknya melewatkan satu pertanyaan mendasar mengenai sumber anggaran untuk pertahanan.

"Kebetulan, hanya paslon 2 (Prabowo) yang mencantumkan komitmen peningkatan anggaran pertahanan secara bertahap sebagai salah satu prioritas," ucap Fahmi.

Fahmi menjelaskan, hal tersebut bukan tanpa alasan karena Prabowo belajar dari pengalaman sebagai Menteri Pertahanan.

Sebab, banyak rencana pembangunan postur dan belanja alutsista yang harus tersendat dan tertunda, karena keterbatasan anggaran pertahanan.

"Di antaranya bahkan ada yang sebenarnya mendesak untuk dilakukan. Misalnya, dalam hal peremajaan kekuatan udara dan laut," ungkapnya.

Di sisi lain, Fahmi menegaskan, tidak ada satupun paslon yang bicara soal "pekerjaan rumah" dalam rangka reformasi sektor pertahanan, seperti reformasi peradilan militer, evaluasi kelembagaan TNI, maupun agenda peningkatan transparansi dan akuntabilitas sektor pertahanan.

"Bahkan ironisnya, tidak ada satupun paslon yang secara eksplisit membahas keberlanjutan visi poros maritim dunia yang diusung oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini," tuturnya.

Padahal menurut Fahmi, keberlanjutan poros maritim dunia adalah sebuah visi strategis yang jelas didasarkan pada geopolitik Indonesia.

"Karena itu saya berharap nasib visi ini juga bisa dielaborasi dan dievaluasi dalam tanya jawab saat debat nanti," jelasnya.

Lantas siapa yang paling unggul?

Dia menjelaskan, pembangunan sektor pertahanan itu ibarat lari marathon dan estafet sekaligus.

"Dia butuh proyeksi jangka panjang, butuh penahapan, juga butuh perencanaan yang komprehensif, berkelanjutan serta didasarkan pada skala prioritas yang jelas dan terukur," ucap Fahmi.

Artinya, kata Fahmi, visi-misi itu harus tetap berpijak pada apa yang telah dilakukan dan dicapai sebelumnya.

"Kemudian ketika pengelola pemerintahan berganti dan orientasi kebijakan sektor pertahanan harus mengalami penyesuaian, mestinya arah pembangunan kekuatan pertahanan tak boleh mengalami perubahan yang drastis tanpa kejelasan," tegasnya.

Dia menuturkan, keunggulan bukan sekadar soal seberapa menarik visi-misi yang ditawarkan, melainkan seberapa mungkin gagasan-gagasan itu diwujudkan dalam satu tahapan pembangunan jangka menengah.

"Nah dari indikator di atas, menurut saya meskipun paslon 1 mengusung tema perubahan, namun sayangnya visi-misinya dalam sektor pertahanan justru sekadar menunjukkan keberlanjutan dengan beberapa polesan untuk mempercantik dan menampilkan kesan adanya kebaruan," ungkap Fahmi.

Baca juga: TPN Pede Ganjar Kuasai Debat Ketiga Capres Lawan Anies dan Prabowo 

Fahmi menilai, Anies mengenalkan konsep New Essential Force yang dianggap sebagai gagasan baru, namun sayangnya tidak menggambarkan perubahan signifikan dari konsep MEF.

"Di sisi lain, visi-misinya justru jadi yang paling "genit" dengan komitmen kesejahteraan prajurit dan memperbanyak jenderal perempuan," tuturnya.

Pernyataan Cak Imin disorot

Ucapan cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar mempertanyakan kebijakan pemerintah yang melakukan pengadaan alutsista ketika sedang tidak dibutuhkan menjadi sorotan.

Hal ini disampaikan pria yang karib disapa Cak Imin itu saat bertemu dengan para petani dalam acara "Nitip Gus" di area sawah kawasan Sijalak Harupat Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/1/2024).

Cak Imin heran dengan pertimbangan negara yang rela utang triliunan rupiah untuk membeli alutsista di tengah kondisi negara sedang tidak berperang.

Padahal, menurut dia, banyak kebutuhan masyarakat yang seharusnya dipenuhi oleh pemerintah, misalnya memberikan alat pertanian untuk para petani agar bisa memproduksi bahan pangan.

“Kita enggak perang kenapa kebanyakan utang beli alat perang? Lebih baik utang untuk beli alat pertanian,” kata Cak Imin di hadapan para petani.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu pun menyinggung ratusan triliun anggaran negara untuk membayar utang. Sebagian utang pemerintah untuk membeli alutsista.

“Kita punya uang setahun itu Rp 3.000 triliun, cash, fresh, tapi 30 persen langsung dipotong untuk utang. Itu berarti Rp 490-an triliun untuk utang. Itu berarti tinggal Rp 2.500-an triliun sisanya,” kata Cak Imin.

“Buat apa kita utang ratusan triliun tapi tidak untuk sesuatu yang nyatanya tidak dibutuhkan? Nyatanya kita butuh pangan,” ujar dia.

Sebelumnya, pemerintah menyatakan menaikkan anggaran sektor pertahanan sekitar 5 miliar dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 77,3 triliun.

Dana kenaikan itu bersumber dari pinjaman luar negeri.

Baca juga: Peta Suara Capres dan Cawapres di Jatim Hasil Survei LSI dan CSIS, Ada yang Meraih di Atas 50 Persen

Semula, anggaran pertahanan untuk periode 2020-2024 sebesar 20,75 miliar dollar Amerika Serikat.

Dengan perubahan ini, sektor pertahanan kini mendapat alokasi anggaran mencapai 25 miliar dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 386 triliun dengan kurs Rp 15.589.

Adapun kesepakatan penambahan anggaran pertahanan diambil saat Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/11/2023).

Komentar anak buah Prabowo

Juru bicara Kemenhan RI, Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan pernyataan tersebut menjadi bukti Cak Imin memiliki masalah literasi pertahanan.

Dia pun heran ada seorang cawapres yang berbicara seperti itu.

"Ada masalah dengan literasi pertahanan. Jadi ada masalah dengan literasi pertahanan, maka ada orang yang bisa ngomong begitu, bahkan cawapres, pemimpin negara calon pemimpin negara itu nggak seharusnya itu nggak ada yang ngomong begitu," ucap Dahnil dalam diskusi bedah buku 'Politik Pertahanan' di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (5/1/2024).

Dahnil menyampaikan pembelian alutsista tersebut seharusnya bisa dipahami masyarakat awam. Ia menyatakan pembelian alutsista sama saja investasi keamanan negara.

"Ini investasi ini kan ibarat sedia payung sebelum hujan Sederhana itu sebenarnya. Gedung ini wajib ada hydran itu alutsistanya. Gedung ini kalau terjadi kebakaran. Ada satpam, ada CCTV, itu alutsista semua itu, demi keamanan untuk menjaga pertahanan," katanya.

Atas dasar itu, Dahnil mengaku pernyataan Cak Imin mengenai pembelian alutsista dalam kondisi tidak perang merupakan hal yang janggal. Apalagi, banyak negara yang kini salam kondisi perang.

"Ada yang mempertanyakan ngapain kita beli pesawat tempur dalam kondisi saat ini nggak ada perang? justru karena nggak ada perang itulah kita beli alat-alat tempur, kalau ada perang nggak sempet lagi kita belinya," katanya.

"Kalau kita beli alat tempur pada saat perang enggak ada yang jual karena semuanya sibuk, sama halnya sekarang cari pesawat tempur yang ready itu setengah mati, kenapa? Karena perang Ukraina dan Rusia itu buat negara-negara di Eropa itu nggak ada yang mau jual pesawat tempurnya," sambungnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas