Staf Menkeu Bantah Sri Mulyani Bilang Indonesia Jadi Miskin Gara-gara Prabowo Beli Alutsista: Hoax!
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo membantah kabar poster yang beredar di media sosial yang menyeret Menkeu Sri Mulyani.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo membantah kabar poster yang beredar di media sosial yang menyeret Menkeu Sri Mulyani.
Dalam poster tersebut tertulis sejumlah pernyataan kekecewaan Sri Mulyani terkait anggaran pertahanan.
Di antaranya menyebutkan Sri Mulyani kecewa karena anggaran belanja Alutsista 63,8T disetujui Jokowi hingga kabar Sri Mulyani akan mundur dari jabatannya.
Bantahan itu disampaikan Prastowo di akun X nya @prastow Jumat (5/1/2023).
"Beredar poster ini. Kami pastikan HOAX. Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak pernah mengatakan ini. Silakan bersaing secara sehat. STOP membuat konten dan narasi yang menyesatkan. Ini rawan mengadu domba dan menyulut kegaduhan, alih2 memikat hati rakyat," tulis Prastowo di akun medsosnya.
Berikut isu sekaligus bantahan yang disampaikan Prastowo.
1. Kekecawaan Sri Mulyani karena anggaran belanja Alutsista 63,8T disetujui Jokowi.
Klarifikasi:
Menkeu SMI mengatakan peningkatan anggaran alutsista wajar dan penting untuk penguatan di tengah potensi ancaman dan dinamika politik LN. Tidak menyebutkan adanya kekecewaan.
2. Belanja Alutsista dilakukan oleh PT TMI yang dipegang oleh kroni-kroni Prabowo.
Klarifikasi:
Hal ini diutarakan oleh Hasto Kristiyanto (Sekjen PDIP), bukan Menkeu SMI. Chairman dan CEO dari PT TMI memang sahabat karib Prabowo dan telah ada surat penunjukkan PT TMI oleh Menhan dalam program pengadaan Alutsista.
3. Adanya anggaran tersebut (alutsista) mengakibatkan dana untuk gaji pegawai Pemda menjadi nihil.
Klarifikasi:
Tidak ditemukan berita yang menyebut pernyataan seperti ini. Faktanya gaji pegawai Pemda dibayarkan tepat waktu dan tepat jumlah.
4. Sri Mulyani kecewa dan mengajukan pengunduran diri.
Klarifikasi:
Tidak ada pernyataan Menkeu SMI mengundurkan diri dari jabatan Menkeu, meskipun ada rumor beredar. Sampai saat ini Ibu Sri Mulyani tetap menjalankan tugas menjaga keuangan negara dg penuh tanggung jawab.
5. Saran Sri Mulyani untuk menggeser dana belanja Alusista menjadi dana bansos dan IKN tidak dihiraukan Jokowi.
Klarifikasi:
Tidak ditemukan berita dan pernyataan demikian. Sampai saat ini bansos tetap lancar diberikan sesuai yang dianggarkan, bahkan dilakukan penebalan karena bencana El Nino.
Rencana pembelian alutsista bekas dipertanyakan
Anggaran besar yang kerap digunakan Kementerian Pertahanan hanya untuk membeli Alat Utama Sistem Senjata Tentara Nasional Indonesia (Alutsista) bekas mendapat sorotan dari sejumlah pengamat.
“Pertanyaan besarnya adalah pembelian pesawat-pesawat itu tujuannya apa? Kalau katanya ini untuk mengganti pesawat TNI karena masa baktinya sudah habis, kenapa membeli pesawat bekas?,” tanya Pengamat Politik yang juga mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Tunisia, Ikrar Nusa Bhakti, di Jakarta, Jumat (5/1/2024).
Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), belanja modal Kementerian Pertahanan (Kemhan) sepanjang tahun 2023 mencapai Rp 70,9 triliun atau naik 36 persen dibandingkan tahun 2022, yang sebesar Rp 52,1 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyebutkan, di luar anggaran yang diberikan pemerintah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Kemhan juga melakukan belanja alutsista dari pinjaman luar negeri untuk periode 2020-2024 senilai US$25 miliar atau setara Rp 385 triliun.
Masalah anggaran pertahanan dan membengkaknya utang pinjaman luar negeri Indonesia dipertanyakan Ikrar menyusul rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia menyelenggarakan Debat Ketiga Calon Presiden – Calon Wakil Presiden di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024).
KPU tema Debat Calon Presiden – Calon Wakil Presiden adalah “Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional, Globalisasi, Geopolitik, dan Politik Luar Negeri.”
Lebih lanjut, Ikrar juga mempertanyakan, apakah benar pembelian Alutsista bekas karena dinamika geopolitik di Laut Tiongkok Selatan.
Padahal, kata dia, situasi sedang tidak perang.
“Harus diingat, Indonesia bukan negara preclaimed seperti Filipina. Walaupun kita mempunyai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Kepulauan Natuna, hubungan Indonesia dan Tiongkok sangat baik, tidak bermusuhan. Dan, Indonesia juga menentang ketegangan di Laut Tiongkok Selatan,” ujar mantan Dubes Republik Indonesia untuk Republik Tunisia itu.
Menurut Ikrar, pertanyaan besarnya adalah apa tujuan pembelian pesawat bekas? Kalau hanya untuk mengganti armada pesawat tempur TNI yang masa baktinya sudah habis, kenapa membeli pesawat bekas.
Pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia pernah menolak hibah pesawat Mirage bekas dari Qatar atas pertimbangan biaya perawatan yang mahal dan besar kemungkinan Indonesia menjadi tergantung pada ketersediaan suku cadang pesawat di negara itu.
“Dulu, menolak Mirage karena biaya maintenance mahal, pembelian pesawat lain yang juga bekas, sama saja usianya paling lama berapa tahun? Kenapa tidak beli pesawat tempur F16 yang baru, mungkin harganya mahal, tapi masih baru. Dari pada empower pesawat tua,” ujar dia.
Sebagai informasi, di era SBY, pemerintah Indonesia mengakuisisi F-16 bekas dari Amerika Serikat.
Meski berlabel hibah, Indonesia juga harus mengeluarkan biaya ratusan juta dolar untuk perbaikan dan upgrade pesawat tempur tersebut.
Hingga hari ini, pesawat tempur F-16 bekas dari AS itu masih menjadi tulang punggung TNI AU.
Pakar: Kenapa tidak produksi sendiri?
Secara terpisah, Founder Makara Strategic Insight (MSI Research) Andre Priyanto mengungkapkan keprihatinannya atas keputusan Pemerintah membeli alutsista bekas.
Dikatakan, sistem pertahanan negara baik dalam keadaan perang atau tidak berperang tetap harus dilengkapi Alutsista sesuai kemajuan teknologi.
“Seharusnya, yang kita beli alutsista baru, bukan yang bekas. Namanya saja teknologi, ya kita harus ikut perkembangannya. Perkembangan teknologi itu kan sebuah keniscayaan, pasti berubah,” kata Andre di Jakarta, Jumat (5/1/2024).
Alumni Kajian Strategic Intelligence SKSG Universitas Indonesia (UI) menyatakan, pembelian alutsista bekas sebaiknya menjadi peluang Indonesia untuk belajar dan mereplikasi.
“Beli bekas untuk alih teknologi, kemudian kita produksi sendiri. Kan kita punya PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia. Mengapa kita tidak meniru cara Tiongkok? Kita ambil barang dari luar, kita amati, tiru, dan modifikasi, lalu produksi di dalam negeri,” ujarnya.
Andre berpendapat, bahwa memproduksi alutsista di dalam negeri akan memiliki sejumlah keuntungan, baik secara pertahanan, maupun ekonomi.
“Itu kan malah bagus. Secara pertahanan, teknologinya kita punya sendiri. Kedua, kita juga bisa jual ke negara lain, dapat keuntungan. Ini lebih masuk akal dibanding beli Alutsista bekas."
"Seperti Amerika Serikat untuk membangun sistem kedirgantaraannya, mereka memproduksi pesawat tempur melalui teknologi militer yang dijual untuk publik. Seharusnya kita meniru itu, karena secara SDM, di Indonesia banyak orang pintar,” kata Andre.
Pembelian Mirage bekas ditunda
Pengadaan 12 unit jet tempur Mirage 2000-5 asal Qatar yang dipersoalkan oleh banyak pihak akhirnya ditunda.
Juru bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak menyebut rencana pembelian satu skadron Mirage 2000-5 ditunda karena keterbatasan fiskal.
"Belakangan Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertahanan karena ada keterbatasan kapasitas fiskal kita, maka pembelian Mirage 2000-5 ini ditunda." jelasnya.
Isu pembelian pesawat bekas kembali mencuat jelang debat ketiga Pilpres 2024 yang akan membahas seputar pertahanan, keamanan, hubungan internasional dan geopolitik.