Jelang Debat Ketiga, Para Capres Diharapkan Adu Gagasan, Tak Perlu Lagi Bermain Gimik Politik
Para akadesmisi berharap dalam debat nanti para capres tidak perlu lagi bermain gimik politik yang tidak mencerdaskan pemilih.
Editor: Dewi Agustina
"Jangan kayak Pak Jokowi. Untuk apa presiden ngomongin konflik Ukraina bikin harga pupuk jadi mahal, padahal sebelumnya Menteri Pertanian pernah bilang pupuk kita diekspor. Kita bisa kok mencari sumber untuk pupuk dari negara lain. Jangan kemudian memasukkan persoalan perang Rusia-Ukraina menjadi penyebab harga pupuk naik," tegas Ikrar.
Adu Gagasan
Dihubungi terpisah, Pakar Komunikasi Politik UIN Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan, Firdaus Muhammad mengatakan ketiga pasangan capres-cawapres sudah memiliki pengalaman debat sebelumnya.
"Tentu mereka telah memiliki penguasaan panggung dan adaptasi kemampuan capres lainnya. Maka, pada debat mendatang, sangatlah penting para capres ini menguasai semua materi tema meliputi pertahanan, keamanan, hubungan internasional dan geopolitik," kata dia.
"Tampaknya Prabowo menguasai bidang itu, tapi juga bisa diserang lawan yang mengkritik kinerjanya dalam bidang tersebut."
Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin ini berharap, agar debat nanti berisi adu gagasan, program riil dan penguasaan materi, sehingga jauh dari kesan saling menjatuhkan.
"Selain itu, harus menghindari kesalahan sekecil apapun, baik komunikasi verbal, pilihan diksi dan narasi maupun gesture-nya," kata Firdaus.
Sementara itu, Founder Makara Strategic Insight (MSI Research) Andre Priyanto, berharap agar ajang debat ini tidak hanya berhenti sebagai tontonan masyarakat.
Menurutnya, siapa pun presiden terpilih nanti, seharusnya mampu menjelaskan masalah yang sedang dihadapi negara dan solusinya kepada masyarakat.
"Selama ini masalahnya transparasi informasi, kita sulit mengetahui apa yang sedang dilakukan pemerintah dan apa solusinya," ujar Andre saat ditemui di Kampus UI Depok, Jawa Barat.
Terkait pengungsi Rohingya, misalnya. Menurut Andre, kegelisahan warga atas kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh tak perlu terjadi, jika pemerintah mampu menjelaskan dengan baik.
"Atas dasar kemanusiaan, memang kita harus menerima pengungsi Rohingya, nah navigasinya ini ada di pemerintah. Jika warga keberatan, wajar karena mungkin memang dalam keadaan yang tidak cukup untuk berbagi, untuk itu pemerintah harus menampung para pengungsi," kata dia.
Ia juga berpendapat bahwa pemerintah dan warga Indonesia seharusnya tak perlu takut dengan kedatangan pengungsi Rohingya.
Sebab, menurutnya Indonesia bukanlah tujuan akhir para pengungsi tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.