Uang Beredar di Pemilu 2024 Diprediksi Rp 200 Triliun, Berasal dari Dana Asing hingga Tambang Ilegal
Uang sebesar itu bisa berasal dari belanja makanan, minuman, akomodasi, hotel, transportasi, belanja iklan, percetakan, hingga logistik Pemilu lainnya
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jika berkaca pada Pemilu sebelumnya, perputaran uang selama Pemilu 2024 ini diperkirakan melonjak.
Bahkan diperkirakan perputaran uang pada pesta demokrasi Pemilu 2024 ini bisa mencapai Rp 200 trilliun.
Uang sebesar itu bisa berasal dari belanja makanan, minuman, akomodasi, hotel, transportasi, belanja iklan, percetakan, hingga logistik Pemilu lainnya.
Meski jumlahnya sangat besar, perputaran uang tersebut akan terjadi dalam kurun waktu yang sangat cepat.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menghitung uang beredar pada pesta rakyat tahun ini bisa tumbuh minimal Rp 200 triliun.
Pada Pemilu 2014 ada peningkatan uang beredar sekitar Rp 165,5 triliun.
Kemudian pada Pemilu 2019, uang beredar naik Rp 189,7 triliun.
“Nah, pada tahun 2014 ke 2019, ada tambahan peningkatan uang beredar sekitar Rp 20 triliun hingga Rp 30 triliun. Pada tahun ini, tambahan peningkatan uang beredar bisa lebih kencang lagi,” tutur Andry dikutip dari Kontan.co.id, Jumat (12/1/2024).
Baca juga: BI: Ada Rp 8.440 Triliun Uang Beredar Selama September 2023
Dengan asumsi tersebut dan berdasarkan tahun dasar Pemilu 2019 maka tambahan uang beredar pada Pemilu 2024 akan sebesar minimal Rp 209 triliun.
Apalagi pada Pemilu serentak tahun 2024 berbarengan dengan pemilihan presiden, pemilihan kepala daerah, juga anggota legislatif.
Peningkatan uang beredar ini akan menjadi angin segar bagi prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga pertumbuhan ekonomi pada tahun 2024 akan berada di kisaran 5,06 persen yoy.
Sumber Uang dari Segala Macam
Pada Pemilu 2024 ini uang yang beredar umumnya berasal dari para calon anggota legislatif, tim sukses calon presiden dan calon presiden, hingga calon kepala daerah kabupaten/kota/provinsi.
Sumber uang juga berasal dari para donatur yang menyumbang untuk caleg dan capres.
Meski demikian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya sumber penerimaan mencurigakan dari berbagai pihak yang selengkapnya dirangkum Tribunnews.com:
1. Diterima bendahara parpol dari luar negeri
PPATK menemukan adanya 21 bendahara partai politik (parpol) menerima pendanaan dari luar negeri selama periode 2022 hingga 2023.
Namun tak dibeberkan lebih rinci daftar partai politik yang dimaksud.
Total pendanaan dari luar negeri yang diterima dalam kurun waktu dua tahun mencapai Rp 278,9 miliar dengan total transaksi sebanyak 17.434 kali.
Pada 2022 sendiri ada 8.270 transaksi di rekening bendahara parpol terkait pendanaan dari luar negeri.
"Ini bendahara bukan umum, bendahara di semua diwilayah dan segala macam. Dari 21 parpol kita temukan itu tahun 2022 ada 8.270 transkasi," ujar Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana dalam acara Refleksi Kerja PPATK Tahun 2023 di Jakarta, Rabu (10/1/2024).
Total transaksi terkait pendanaan dari luar negeri itu kemudian meningkat di tahun 2023 menjadi 9.164 kali.
Begitu pula dengan nominalnya pada tahun 2022 sebesar Rp 83 miliar menjadi Rp 195,8 miliar lebih pada tahun 2023.
"Kemudian meningkat pada 2023. Jadi mereka termasuk yang kita ketahui mendapatkan dana dari luar negeri," kata Ivan.
Selain bendahara parpol, pendanaan dari luar negeri juga diterima para calong anggota legislatif (caleg) yang bertarung di kontestasi Pemilu 2024.
Dalam hal ini, PPATK mengambil sampel dari 100 daftar calon tetap (DCT) dengan nilai transaksi tertinggi.
Sepanjang tahun 2023 dari 100 sampel tersebut ditemukan penerimaan dana dari luar negeri mencapai Rp 7,74 triliun.
Selain menerima, PPATK juga mencatat pengiriman uang ke luar negeri oleh para caleg yang mencapai Rp 5,8 triliun di sepanjang 2023.
Kemudian ada pula transaksi terkait pembelian barang di luar negeri yang mencapai Rp 592,5 miliar.
Menurut Ivan barang-barang yang dibeli ini terkait dengan upaya kampanye para caleg untuk bertarung di Pemilu 2024.
"Ada laporan transkasi pembelian barang yang ini secara tidak langsung kita ketahui mengenai upaya kampanye dan segala macam," ujarnya.
2. Dana dari kasus judi
PPATK juga mengungkapkan adanya Rp 3,5 triliun dana peserta Pemilu yang berasal dari transaksi mencurigakan terkait korupsi di sepanjang 2022 hingga Rabu 10 Januari 2024.
Sumber ilegal hingga triliunan rupiah itu berasal dari 13 kasus korupsi yang seluruh laporannya telah diserahkan kepada aparat penegak hukum (APH).
"Kasus yang telah diserahkan kepada APH terkait dengan DCT (daftar calon tetap) periode 2022-2024, ada di dalam 13 kasus korupsi kami dengan angka Rp 3.518.370.150.789," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
Selain korupsi, adapula dana peserta Pemilu Rp 3,1 trilun yang diduga berasal dari 4 kasus perjudian.
Lalu sepanjang 2022 hingga 2024 awal ditemukan pula dua kasus kejahatan lingkungan yang menjadi sumber pendanaan peserta Pemilu.
Dua kasus tersebut masing-masing terkait illegal mining atau pertambangan ilegal serta terkait perdagangan tumbuhan dan satwa liar (TSL).
Dari illegal mining ada Rp 1,2 triliun yang digunakan untuk membiayai peserta Pemilu.
Kemudian terkait perdagangan TSL, ada Rp 264 miliar yang mengalir ke peserta Pemilu.
"Ada satu kasus terkait lingkungan hidup, illegal mining Rp 1,2 triliun. Terus ini lainnya Rp 264 miliar," kata Ivan.
Kemudian ada pula ongkos Pemilu yang berasal dari dua kasus penggelapan mencapai Rp 238 miiar.
PPATK juga menemukan Rp 136 miliar dana peserta Pemilu dari 14 kasus narkotika.
"Dan di bidang Pemilu 12 kasus, angkanya Rp 21 miliar," katanya.
Seluruh temuan ini sudah disampaikan kepada instansi-instansi penegakan hukum yang terkait yakni Polri, KPK, Kejaksaan Agung, BNN, Bawaslu, dan KLHK.
Kepada Polri, PPATK telah menyampaikan 5 kasus.
Kemudian kepada KPK 9 kasus, Kejaksaan Agung 4 kasus, BNN 6 kasus, Bawaslu 11 kasus, dan KLHK 1 kasus.
Sumber: Tribunnews.com/Kontan.co.id