Kampanye Gibran di Maluku Langgar Aturan, Nusron Wahid: Pertemuan Itu Konteksnya Adat Istiadat
Menurut Nusron, konteks adat istiadat dalam kegiatan tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat, utamanya di wilayah Maluku
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Maluku menyatakan tengah mengusut dugaaan pelanggaran Pemilu dari calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka saat bertemu dengan Raja se-Maluku di Ambon, Maluku pada Senin (8/1/2024).
Menanggapi hal ini, Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo - Gibran, Nusron Wahid mengatakan kegiatan yang dilakukan Gibran dengan raja-raja di Maluku, merupakan bentuk silaturahmi sekaligus mendengarkan aspirasi dari tokoh adat daerah.
Ia mengatakan semua pihak semestinya paham dan menghargai konteks adat istiadat tersebut.
"Yang namanya raja itu pemimpin adat. Dalam konteks silaturahmi di Maluku, para raja itu hadir sebagai pemimpin adat. Tolong jangan dicampurkan dengan hal lain," kata Nusron kepada awak media, Sabtu (13/1/2024).
"Ada petuah Jawa yang menyatakan ‘deso mowo coro, negoro mowo toto’. Artinya setiap wilayah memiliki cara dan adat istiadat-nya masing-masing. Ini harus dihargai," lanjutnya.
Baca juga: Relawan Prabowo-Gibran: Program Makan Siang Gratis Harus Dirasakan Maksimal Keluarga Miskin
Menurut Nusron, konteks adat istiadat dalam kegiatan tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat, utamanya di wilayah Maluku.
Adapun dalam kegiatan itu, lanjutnya, sama sekali tak membahas kebijakan ataupun dukungan terkait dengan desa. Mereka yang hadir juga disebut dalam kapasitasnya sebagai raja, bukan kepala desa.
"Para raja juga bertemu dalam kapasitasnya sebagai raja adat. Bicara tentang kearifan loka Maluku, tentang keterwakilan suku Maluku dalam pembangunan Indonesia, serta permasalahan hak adat. Itu yang dibicarakan," jelas Nusron.
"Sejak dulu, Maluku dikenal sebagai negeri para raja. Bahkan sebelum adanya pembagian wilayah jadi desa-desa. Kalau Raja hanya dianggap sebagai kepala desa, berarti tidak menghargai local wisdom," terang dia.
Sementara perihal adanya dukungan dari para raja se-Maluku setelah kegiatan itu, Ketua DPP Partai Golkar ini menyebut konteksnya sebagai adat Maluku.
"Kalaupun ada pernyataan dukungan setelahnya, itu juga adalah sebagai Raja dalam konteks adat Maluku. Sekali lagi tolong dihargai adat istiadat setempat," kata Nusron.