Jaga Suara 2024, Masyarakat Bergerak Kawal Pemilu
Khairunnisa menilai kemunculan berbagai gerakan publik untuk Pemilu 2024 menandakan besarnya harapan publik untuk pemilu yang beretika dan taat asas
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Aktivis Jaga Pemilu
Puluhan aktivis yang tergabung dalam Prakarsa Aktivis Pro Persatuan dan Kemajuan menyerukan semua pihak untuk bersama menjaga pemilu berjalan dengan aman dan damai.
Prakarsa Aktivis adalah kumpulan aktivis mahasiswa 98, aktivis LSM dan aktivis pergerakan rakyat tahun 1990-an.
Hal ini disampaikan menanggapi maraknya isu pemakzulan, isu dinasti dan upaya penggagalan Pilpres 2024, dimana belakangan ketiga isu tersebut santer mencuat ke publik.
"Kami menyerukan agar seluruh elemen kebangsaan dapat mengukuhkan kembali persatuan nasional, mengikuti semua mekanisme dan proses sesuai dengan aturan hukum yang ada dan mengedepankan pemilu yang damai, jujur dan terbuka sehingga nantinya benar-benar menghasilkan pemimpin yang legitimate sehingga Indonesia tetap bermartabat dalam pergaulan dunia yang makin dinamis dan menantang," ujar Wahab Talaohu di Kantor DPP Persaudaraan 98, Jakarta, Jumat (19/1/2024).
Dikatakan Wahab bahwa isu tersebut sangat berbahaya dan mengganggu kedamaian negeri. Pasalnya, mimpi yang dibangun para presiden pendahulu serta pengorbanan para pahlawan menjadi sia-sia jika Republik Indonesia terancam perpecahan.
Terlebih, isu tersebut dilontarkan demi ambisi segelintir orang yang tak ingin adanya suasana damai di tengah pemilu saat ini.
"Tampak sekali bahwa pragmatisme politik yang berlebihan, ambisi yang besar untuk berkuasa, telah menanggalkan nilai-nilai kenegarawanan dan mencampakan prinsip bahwa kepentingan bangsa dan negara berada di atas kepentingan pribadi dan golongan serta kepentingan pribadinya sendiri," tutur Wahab.
Para pihak yang tak bertanggungjawab ini, menurutnya, sengaja terus-menerus mengembangkan isu-isu tersebut demi menggiring opini publik unthk mengacaukan keadaan.
"Walau tidak terkait pemilu legislatif, namun narasi mengacaukan pelaksanaan pemilu dikaitkan dengan pilpres langsung," katanya.
"Secara tidak konsisten pihak peserta pemilu tersebut memprovokasi, bahwa pemilu akan curang padahal mereka peserta pemilu dan mempercayai sistem ini," tambahnya.
Mereka dinilai menyebarkan isu memakzulkan Presiden sebagai penanggung jawab pelaksanaan pemilu, tetapi mereka kampanye untuk memilih partai dan capresnya dalam pemilu ini.
"Mereka mengatakan tolak dinasti dalam pemilu, padahal mereka tahu dinasti tidak dipilih rakyat apalagi pemilu langsung," katanya.
Selain itu, mereka meminta Presiden Jokowi mundur untuk sementara waktu dengan alasan meragukan netralitasnya, padahal mereka tahu itu tidak ada landasan hukum dan mekanismenya.