Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Nilai Jokowi Salah Tafsir Undang-Undang: Hak Kampanye Presiden Hanya Bagi Petahana

Jokowi tak semestinya menyatakan bahwa dia berhak untuk berkampanye mengingat bahwa bukan dirinya yang menjadi peserta Pemilu

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Pakar Nilai Jokowi Salah Tafsir Undang-Undang: Hak Kampanye Presiden Hanya Bagi Petahana
Tribunnews.com/ Fersianus Waku
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti di Cikini, Jakarta, Senin (16/10/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal dibolehkannya kepala negara memihak dan berkampanye untuk peserta Pemilu tertentu dinilai pakar hukum tata negara sebagai kesalahan tafsir atas peraturan perundang-undangan.

Peraturan yang dimaksud ialah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu), khususnya Pasal 299 Ayat 1 yang berbunyi:
Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye.

Memang dalam Pasal itu tertera bahwa Presiden dan Wakil Presiden berhak untuk kampanye.

Namun ada dua poin yang menjadi catatan terkait pasal tersebut.

"Memang ada bunyinya tuh Pasal 299, presiden dan wakil presiden mempunyai hak untuk melaksanakan kampanye tapi ada dua catatannya," kata Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti dalam acara diskusi bertajuk Pemilu Curang: Menyoal Netralitas Presiden Hingga Pelaporan Kemhan ke Bawaslu pada Kamis (25/1/2024) di Jakarta.

Pertama, jika melihat konstruksi Undang-Undang Pemilu secara utuh, maka menurut Bivitri, Pasal 299 diperuntukan bagi petahana alias mereka yang kembali berkontestasi dalam Pemilu.

Baca juga: Polemik Pose Dua Jari Iriana Jokowi Dari Mobil Kepresidenan, Cak Imin dan TPN Beri Kritik Pedas

Berita Rekomendasi

Karena itulah dalam hal ini, Jokowi tak semestinya menyatakan bahwa dia berhak untuk berkampanye.

Hal itu mengingat bahwa bukan dirinya yang menjadi peserta Pemilu, melainkan putranya, Gibran Rakabuming Raka.

"Lihat konstruksi undang-undangnya, kita akan lihat bahwa Pasal 299 itu sbnrnya gunanya itu dibuatnya untuk presiden yang petahana mau kampanye. Jadi waktu Jokowi di tahun 2019, dia perlu pasal itu. Memang dia berhak," ujar Bivitri.

Kedua, Jokowi dianggap tak memiliki hak berkampanye, sebab dia tak terdaftar secara resmi dalam bagian tim pemenangan peserta Pemilu 2024.

"Ada ayat lainnya yang bilang, boleh saja sih haknya tetap muncul kalau si presiden adalah tim kampanyenya, resmi," katanya.

Sedangkan sebagai anggota partai politik, Jokowi memang berhak untuk diikut sertakan dalam kampanye partai.

Namun sebagaimana diketahui, sang anak, yakni Gibran tidak dicalonkan dari partai asal Jokowi, yakni PDIP.

"Dia secara hak, ya berhak ikut mendukung parpolnya. Pertanyaannya, baik Gibran maupun Prabowo, dari partai politiknya Pak Jokowi yang sekarang atau bukan? Bukan," ujarnya.

Kemudian dengan berpihak kepada anaknya, Jokowi sebagai kepala negara dinilai telah menguntungkan pasangan calon (Paslon) tertentu.

Padahal itu dilarang dalam Pasal 282 dan 283 undang-undang yang sama.

Pasal 282 berbunyi:
Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.

Pasal 283 berbunyi:
(1) Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

"Sebenarnya kan diatur secara jelas di Pasal 282 dan 283 bahwa pejabat negara itu tidak boleh melakukan tindakan dan lain sebagainya yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta selama kampanye. Jadi sudah melanggar belum? Sudah," kata Bivitri.

Sebagai informasi, pernyataan Jokowi mengenai bolehnya Presiden RI berpihak dan berkampanye, disampaikan dalam acara penyerahan Alutsista yang dilakukan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kepada TNI di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu, (24/1/2024).

Menurut Jokowi, hal itu karena setiap orang di negara demokrasi memiliki hak politik.

"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja," ujar Jokowi.

Jokowi menilai bahwa Presiden sebagai pejabat boleh berkampanye. Bukan hanya Menteri, bahkan Presiden sekalipun boleh berkampanye.

"Presiden itu boleh loh kampanye, boleh loh memihak. Boleh," kata Jokowi.

"Boleh, kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masa gini enggak boleh, gitu enggak boleh. Boleh. Menteri juga boleh," katanya lagi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas