Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo diketahuu makan siang bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto usai meresmikan Graha Utama Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah, Senin (29/1/2024) lalu.

Keduanya makan siang bersama di suatu rumah makan bakso yang terletak tidak terlalu jauh dari Akmil.

Baca juga: Saat Mentor Politik Berbagi Ilmu: JK Ajari Anies Buat Sambal, Jokowi Ajak Prabowo Makan Bakso, Mega?

Analis politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, menilai ada pesan tersendiri dari momen Jokowi dan Prabowo makan bakso.

Bagi sebagian orang, ini mungkin makan bakso biasa karena habis acara pergi makan lumrah dalam masyarakat Indonesia. 

Apalagi bakso, tentu menjadi pilihan saat musim hujan ini. Namun, ada juga ini membaca simbol dukungan Jokowi makin kuat kepada Prabowo.

Baca juga: Kritik Ganjar hingga Anies Tanggapi Jokowi Makan Bakso Bareng Prabowo

"Makan bakso bareng itu biasa saja dalam keseharian masyarakat Indonesia. Tetapi, masalahnya ini yang makan bakso Prabowo dan Jokowi. Pesan simboliknya tentu sangat kuat, apalagi pada momentum Pilpres," ujar Arifki dalam pesan yang diterima Tribunnews, Selasa (30/1/2024).

Di era media sosial ini, politik simbolik tentu makin menarik karena semakin mudah diperbincangan di media dari pada pernyataan verbal. 

Apalagi simbol yang dipertontonkan itu biasa, tetapi relate dengan banyak orang. 

Pertemuan simbolik bakal memunculkan banyak tafsir oleh publik. 

Semakin banyak terjemahannya, maka bakal terus menjadi perbincangan. 

Menjadi pusat perbincangan, tentu bakal menguntungkan Prabowo pada saat momentum Pilpres ini. 

Sedangkan, Ganjar dan Anies tentu menilai bahwa dukungan Jokowi kepada Prabowo sudah semakin kuat, karena sering makan bersama.

Baca juga: Ramai-ramai Kritik Jokowi Makan Bakso dengan Prabowo, Apa Kata Ganjar dan Anies?

"Secara psikologis, Prabowo dan Jokowi makan bakso bareng tentu lebih mengancam bagi Ganjar-Mahfud dan Anies-Imin dari pada pernyataan politik. Karena simbol sulit dicari celahnya, sedangkan pernyataan verbal ruang kritiknya terbuka," pungkas Arifki.