Soal Kritik Sivitas Akademika, Begini Indeks Demokrasi di Indonesia selama Jokowi Jadi Presiden
Sivitas akademika dari berbagai universitas mengkritik Jokowi soal kondisi demokrasi. Lalu sebenarnya bagaimana indeks demokrasi di Indonesia kini?
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Sivitas akademika dari berbagai universitas bebarengan melayangkan kritik kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Berdasarkan catatan Tribunnews.com, mayoritas kritik dari sivitas akademika terkait iklim demokrasi di Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi.
Contohnya adalah kritik yang disampaikan sivitas akademika dari Universitas Indonesia (UI) yang menyoroti demokrasi di Indonesia.
“Lima tahun terakhir, utamanya menjelang Pemilu 2024, kami kembali terpanggil untuk menabuh genderang, membangkitkan asa dan memulihkan demokrasi negeri yang terkoyak,” ujar Ketua Dewan Guru Besar UI, Harkristuti Harkrisnowo saat membaca petisi di Kampus UI, Depok, Jawa Barat pada Jumat (2/2/2024).
Selanjutnya, ada petisi dari sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) yang bertajuk "Petisi Bulaksumur" di mana mengaku prihatin atas penyimpangan demokrasi oleh sejumlah pejabat negara.
Petisi ini dibacakan oleh Guru Besar Fakultas Psikologi UGM, Koentjoro pada Kamis (1/2/2024) di Balairung UGM, Yogyakarta.
Sementara pada hari ini, Sabtu (3/2/2/2024), giliran akademisi Universitas Padjajaran (Unpad) yang melayangkan kritik atas kondisi demokrasi di bawah kepemimpinan Jokowi.
Petisi bertajuk "Seruan Padjajaran" itu berisi penilaian bahwa Jokowi telah melakukan pelanggaran etika hingga pencederaan nilai-nilai demokrasi.
“Peristiwa-peristiwa sosial, politik, ekonomi, dan hukum belakangan ini adalah sebuah rangkaian dari menurunnya kualitas demokrasi selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo,” kata Ketua Senat Unpad, Ganjar Kurnia di Gerbang Pintu Utama Kampus Unpas Dipatiukur, Bandung.
Baca juga: Jokowi Respons Soal Akademisi Ramai-ramai Kritik Presiden: Itu Hak Demokrasi
Selain tiga universitas kenamaan tersebut, kampus lain seperti Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, hingga perkumpulan rektor yang tergabung dalam Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik Indonesia (APTIK) turut mengkritik kondisi demokrasi Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi.
Terlepas dari semua itu, sebenarnya, bagaimana Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) selama kepemimpinan Jokowi dua periode? Berikut datanya.
Data IDI Tahun 2014-2022 dari BPS
Data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait IDI pada tahun 2014-2022 menunjukan rapor yang cukup baik.
Pada tahun 2014, level IDI mencapai 73,04 dan mengalami penurunan tipis di tahun 2015 menjadi 72,82.
Kemudian, penurunan kembali terjadi di tahun 2016 di level 70,09.
Namun setelah itu tren IDI mengalami peningkatan meski pada tahun 2020 sempat mengalami penurunan di level 73,66 setelah di tahun sebelumnya menyentuh 74,92.
Hanya saja, semenjak itu tren IDI mengalami peningkatan signifikan seperti di tahun 2022 yang menyentuh skor 80,41.
Mengutip BPS, saat level IDI berada di atas 80 poin maka bernilai "baik". Indeks 60-80 maka bernilai "sedang" dan indeks lebih kecil dari 60 poin, maka bernilai "buruk".
Lalu, indeks demokrasi di Indonesia menurut data BPS tahun 2022, justru mencatatkan level tertinggi terkait demokrasi.
Indeks Demokrasi Indonesia 2014-2022 versi BPS
2014: 73,04
2015: 72,82
2016: 70,09
2017: 72,11
2018: 72,39
2019: 74,92
2020: 73,66
2021: 78,12
2022: 80,41
Data EIU 2014-2022
Berdasarkan data dari Economist Intelligence Unit (EIU), indeks demokrasi Indonesia selama 2014-2022 atau selama pemerintahan di era Jokowi terus masuk dalam kategori demokrasi cacat (flawed democracy).
Adapun pengelompokkan skor indeks oleh EIU ada empat jenis yaitu:
- Skor indeks >8: demokrasi penuh (full democracy)
- Skor indeks >6 sampai ≤8: demokrasi cacat (flawed democracy)
- Skor indeks >4 sampai ≤6: demokrasi hibrida (hybrid regime)
- Skor indeks ≤4: otoriter (authoritarian)
Sementara selama era pemerintahan Jokowi, indeks demokrasi di Indonesia tidak pernah keluar dari angka 6-7.
Contohnya pada awal pemerintahan Jokowi, indeks demokrasi berada di level 6,95.
Kemudian sempat menanjak di level 7,03 setahun kemudian.
Bahkan, indeks sempat menunjukkan di level 6,03 pada tahun 2020 dan naik kembali di tahun 2021 menjadi 6,71 dan stagnan di tahun 2022.
Khusus untuk indeks penilaian demokrasi pada tahun 2022, Indonesia mengalami capaian rendah pada budaya politik yang tercatat di angka 4,38 dan kebebasan sipil di angka 6,18.
Secara lebih rinci, aspek penilaian budaya politik diketahui lewat beberapa indikator seperti hubungan demokrasi dan sistem ekonomi, persepsi soal kabinet yang diajalankan politisi atau ahli, dan penguasaan pemerintahan oleh militer.
Baca juga: Jokowi Lagi-lagi Dikritik, Kini Giliran Rektor dari Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik Indonesia
Sementara aspek kebebasan sipil, hal-hal yang dijadikan acuan yaitu soal media massa bebas dan berkualitas, kebebasan ekspresi dan berpendapat, toleransi, kekerasan oleh negara, dan jaminan pada perlindungan HAM.
Kesimpulannya, berdasarkan data dari EIU per tahun 2022, indeks demokrasi di Indonesia masuk dalam kategori demokrasi cacat (flawed democracy).
Di sisi lain, selama pemerintahan Jokowi dua periode, indeks demokrasi Indonesia tidak pernah keluar dari kategori demokrasi cacat (flawed democracy)
Indeks Demokrasi Indonesia 2014-2022 versi EIU
2014: 6,95
2015: 7,03
2016: 6,97
2017: 6,39
2018: 6,39
2019: 6,48
2020: 6,3
2021: 6,71
2022: 6,71
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Pilpres 2024