Mahfud MD Soal Kontroversi Pencalonan Gibran: Hukuman Moral Tidak Akan Pernah Hilang Seumur Hidupnya
Cawapres nomor urut 03, Mahfud MD buka suara terkait kontroversi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Cawapres nomor urut 03, Mahfud MD buka suara terkait kontroversi pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres.
Hal itu disampaikan Mahfud MD saat Mahfud MD menghadiri acara 'Tabrak Prof', di Posbloc, Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2024).
Mulanya, seorang warga pria yang mengaku alumni Pondok Pesantren Gontor sekaligus pendukung Mahfud MD, Erga, mengajukan pertanyaan kepada eks Menko Polhukam itu.
Erga menanyakan soal adanya dua pelanggaran etik terkait pencalonan Gibran sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto.
Baca juga: Mahfud Kritik Kondisi KPK Kini: UU Diubah Jadi Tak Independen, Seleksi Pimpinan Kolutif
Yakni, Putusan Majelis Kehormatan Mahakamah Konstitusi (MKMK) terhadap paman Gibran, Anwar Usman dan Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap Ketua KPU Hasyim Asyari beserta keenam anggotanya.
Kemudian, ia menanyakan kepada Mahfud mengenai posibilitas Gibran didiskualifikasi dari kontestasi Pilpres 2024 imbas sejumlah pelanggaran etik tersebut.
"Apakah Gibran bisa didiskualifikasi?" tanya Erga kepada Mahfud.
Merespons pertanyaan Erga, mantan Ketua MK itu menjelaskan, hukum memiliki dua tingkatan.
Baca juga: Ganjar-Mahfud: Mau Menang Satu Putaran Jangan Seperti Kejar Setoran, Singgung Kasus Gus Mudhlor
Pertama adalah sumber hukum yang meliputi moral, etika, dan agama.
Kedua adalah hukum formal yang sudah tertuang di dalam undang-undang (UU).
"Kasus Gibran secara hukum tertulis (fomal) itu sudah selesai, bahwa dia sah menjadi calon. Tapi karena di atasnya ada moral dan etika, maka ada hukumannya dua," jelas Mahfud.
Mahfud menjelaskan, hukuman pertama, yakni diberikan kepada oknum.
Dalam hal ini, MKMK kepada Anwar Usman dan DKPP kepada Ketua KPU Hasyim Asyari beserta keenam anggotanya.
"DKPP itu hukumannya sanski administratif, bisa diberhentikan juga Ketua KPU-nya, seperti halnya diberhentikan Ketua MK-nya (Anwar Usman)," kata Mahfud.
Sementara itu, terkait hukuman moral, Mahfud menjelaskan, hal itu dapat berupa pengucilan sosial dan cibiran masyarakat yang akan terus terjadi kepada orang yang melakukan pelanggaran itu, dalam hal ini Gibran.
"Okelah hukum formal tidak mencakup (Gibran). Tapi kalau setiap orang mengatakan 'eh, ini anak haram konstitusi' itu kan hukuman sosial di tengah masyarakat. 'Eh Anda enggak sah. Eh Anda karena pertolongan uncle, paman. Eh karena Anda ini merakayasa hukum'," kata Mahfud.
"Itu adalah cibiran masyarakat yang tidak akan pernah hilang seumur hidupnya," ucanya.