KIP Ingatkan KPU Hati-hati Tayangkan Informasi Perolehan Suara Agar Tak Timbulkan Kegaduhan
Wakil Ketua KIP Arya Sandhiyudha mengingatkan agar KPU berhati-hati menayangkan informasi di websitenya supaya tidak memberikan informasi sesat.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mencermati ragam informasi di sosial media yang menayangkan kerancuan jumlah perolehan suara, Komisi Informasi Pusat (KIP) Republik Indonesia, mengultimatum KPU soal keterbukaan informasi publik tersebut.
Wakil Ketua KIP Arya Sandhiyudha mengingatkan agar KPU berhati-hati menayangkan informasi di websitenya agar tidak memberikan informasi yang menyesatkan.
"Hati-hati Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menayangkan informasi di website nya. Harus dicek dengan benar sistemnya, ditayang serta-merta, dan menginfokan yang akurat benar tidak menyesatkan!" tegas Arya ketika dikonfirmasi Tribunnews.com pada Kamis (15/2/2024).
Arya menegaskan posisi KPU sebagai badan publik penyelenggara Pemilu wajib melaksanakan keterbukaan informasi publik yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Peraturan Komisi Informasi (PERKI) Nomor 1 tahun 2019 tentang Standar Layanan Informasi Publik Pemilu.
Baca juga: KPU soal Inflasi Suara di Sirekap: Tak Ada Manipulasi dan Niat Ubah Suara
Di tengah dinamika proses perhitungan suara lapangan dan perdebatan sosial media, kata dia, harusnya Website KPU dapat menjadi referensi informasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan sebagaimana amanat UU 14/2008 dan PERKI 1/2009.
"Ini tidak hanya terkait perhitungan suara Presiden dan Wakil Presiden, namun lebih penting juga di level penayangan jumlah suara partai politik dan caleg," kata dia.
"Karena Pemilu ini terkait hajat hidup orang banyak kewajiban menginformasikannya harus serta-merta dan akurat. Kalau tidak, bisa timbulkan kegaduhan di tengah masyarakat," sambung dia.
Baca juga: TPN Minta Bawaslu Investigasi Simulasi Aplikasi Sirekap KPU yang Tidak Sesuai Fakta
Arya menyebutkan KPU harus cek ulang tiap bahan informasi yang masuk dan hendak ditayangkan.
Menurutnya terdapat dua persoalan yang mengemuka dan mungkin telah terjadi ataupun berpotensi terjadi.
"Pertama, adanya tayangan informasi perolehan suara total partai politik yang lebih kecil dari akumulasi suara caleg. Kedua, adanya ketidaksesuaian suara antara yang tercantum di C1 dengan yang tayang di website KPU," kata dia.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menegaskan 'inflasi suara' yang terjadi imbas kekeliruan konversi hasil penghitungan di TPS ke dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) tanpa unsur kesengajaan.
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan, sebagai bukti untuk perbandingan, KPU mengunggah foto asli formulir C-Hasil plano di Sirekap.
Ia mengatakan KPU tidak berniat mengubah hasil suara yang ada.
"Tidak ada niat manipulasi, tidak ada niat untuk mengubah hasil suara, karena pada dasarnya formulir C-Hasil yang plano diunggah apa adanya, sebagaimana situasi yang diunggah oleh teman-teman KPPS itu bisa kita monitor, bisa kita saksikan bersama-sama," kata Hasyim, dalam konferensi pers, di Jakarta Pusat, Kamis (15/2/2024).
Keberadaan foto asli formulir C-Hasil plano itu menjadi sumber pemantauan langsung publik yang menemukan 'inflasi suara' imbas kekeliruan konversi foto ke data numerik di Sirekap.
"Kita syukuri bahwa Sirekap ini bisa bekerja. Apa indikatornya? Karena publik bisa melaporkan kepada KPU. Kalau Sirekap tidak bekerja, kan tidak mungkin ada orang bisa lapor, teman-teman bisa mengetahui bahwa publikasi formulir C-Hasil yang diunggah dengan konversinya salah. Itu kan gara-gara bisa mengakses Sirekap kan," kata dia.
Menurut dia, situasi justru akan gelap dan publik tidak bisa mengetahui raihan suara sesungguhnya yang ditetapkan di TPS, jika tidak ada Sirekap dan publikasi formulir C-Hasil plano di sistem tersebut.
"Kami mohon maaf kalau hasil pembacaannya kurang sempurna dan menimbulkan konversi dari formulir ke penghitungan belum sesuai," kata Hasyim.
Hasyim mengatakan sebagai manusia biasa, pihaknya tak luput dari kesalahan.
Dia juga mengaku, tak menutup diri untuk dikoreksi jika melakukan kesalahan.
"Sekali lagi pada intinya kami di KPU masih manusia-manusia biasa yang sangat mungkin salah, tapi pastikan kalau yang salah-salah pasti akan dikoreksi," kata dia.
"Yang paling penting KPU ini enggak boleh bohong dan harus ngomong jujur, itu saja yang paling penting," kata Hasyim.
Ia berjanji KPU bakal mengoreksi melalui mekanisme rekapitulasi di tingkat kecamatan.
"Nanti formulir hasil rekapitulasi tingkat kecamatan, formulir D itu, juga akan diunggah di dalam Sirekap," kata dia.
"Sehingga nanti siapa pun bisa ngecek ulang, apakah formulir yang--katakanlah, sekiranya atau seandainya--ditemukan yang salah hitung atau salah tulis sudah dikoreksi atau belum di mekanisme rekapitulasi di tingkat kecamatan," kata Hasyim.
Hasyim menjelaskan sistem tersebut mampu mengenali kekeliruan konversi yang dilakukan, meski tak menjelaskan berdasarkan apa mesin tersebut mengenali kesalahan tersebut.
Tapi, dia mengklaim, sejauh ini, tingkat kesalahan konversi cuma 0,64 persen.
"Ada 2.325 TPS yang ditemukan antara konversinya berbeda (dari) yang sudah diunggah 358.775 TPS," kata dia.
"Bukan persentasenya yang ingin kami sampaikan, tetapi Sirekap mengenali kalau ada salah hitung atau salah konversi atau sistem kurang tepat membaca," kata Hasyim.
Lebih lanjut, dia mengatakan, KPU belum memeriksa detail selisih suara yang diperoleh masing-masing capres-cawapres antara yang terkonversi di Sirekap dengan suara aslinya di formulir C-Hasil plano di TPS.
Kata dia, dari 2.325 TPS, kekeliruan konversi suara tidak hanya terjadi pada pemilu presiden (pilpres), tapi juga pemilu legislatif (pileg).
Dia menyebut, publikasi data raihan suara di Sirekap akan tetap dilanjutkan sebagai bentuk transparansi.