Unggulnya Prabowo-Gibran di Real Count KPU Dinilai Tak Selaras dengan Kekuatan Partai Pengusung
Kemenangan Prabowo-Gibran dinilai tidak selaras dengan kekuatan partai pengusung seperti yang belum sampai 50 persen (hasil pemilu 2024).
Penulis: Reza Deni
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Analis Politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago bicara soal unggulnya Prabowo-Gibran dalam hitung cepat berbagai lembaga hingga real count KPU yang mempengaruhi isu koalisi dan oposisi pasca Pemilu 2024.
Apalagi baru-baru ini terjadi pertemuan antara Jokowi dan Surya Paloh yang dinilai sebagai langkah NasDem masuk ke pemerintahan Jokowi.
Menurutnya, kemenangan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden tidak selaras dengan kekuatan partai pengusung seperti Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat yang belum sampai 50 persen (hasil pemilu 2024).
“Terbuka kemungkinan NasDem dan PKB bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. Ini tidak hanya kebutuhan kekuatan politik di parlemen, namun juga cairnya koalisi politik di Indonesia bahwa partai yang kalah di pilpres masih ada ruang untuk ikut dengan pemenang," kata Arifki dalam pesan yang diterima Tribunnews, Rabu (21/2/2024).
Sejauh ini, dikatakan Arifki, partai yang dengan tegas menyatakan siap untuk oposisi baru PDI-P.
Konsolidasi PDI-P untuk merangkul partai pengusung paslon 01 dan 03 bakal mengubah konstelasi politik menjelang transisi politik dari Jokowi ke Prabowo.
"Karena secara tidak langsung Prabowo-Gibran tentu ingin cepat meloloskan beberapa program tanpa harus banyak kompromi dengan kekuatan politik di parlemen," katanya.
Namun, hal itu bakal terjadi jika partai oposisi pendukung Paslon 01 dan 03 mampu membangun solidaritas dengan bersatu di parlemen.
Baca juga: Sosok Chong Sung Kim Caleg Asal Korea Selatan yang Berpotensi Lolos ke Senayan, Sejumlah Artis Gagal
Arifki mengatakan hal itu sebagai sebuah usaha lanjutan dari rencana koalisi paslon 01 dan 03 jika pilpres dua putaran.
"Berkoalisi di parlemen bisa menjadi rencana yang cukup menarik. Meskipun, pada sisi lain NasDem, PKB, PPP, dan PKS berpotensi hilang ditengah jalan jika ditawari bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran," katanya.
“Dari sejumlah partai pengusung paslon 01 dan 03, PDI-P dan PKS partai yang berpotensi menjadi oposisi. Sedangkan yang lain berpotensi gabung pemerintahan jika ditawari kursi menteri. PKS pun juga ada kecendrungan bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran, karena PKS lama menjadi sekutu Prabowo di politik dan PKS juga sudah sudah lama berpuasa sebagai partai oposisi," pungkas Arifki.